Rangkuman bahan kuliah yang disampaikan oleh ibu Arus Surbakti SH., MH.
di Fakultas Hukum Universitas Islam Riau.
Pembagian golongan (Pasal 131 I.S)
1.
Golongan
Eropa
2.
Golongan
Timur Asing
3.
Golongan
Bumi Putera ( 19 sistem Hukum adat)
Hukum Yang berlaku bagi
Golongan (Pasal 131 I.S)
1.
Golongan
Eropa berlaku B.W
2.
Golongan
Timur asing berlaku B.W + Hukum Adat
3.
Golongan
Bumi putera berlaku Hukum Adat
Dasar Kaedah hukum
Perdata Indonesia ( Pasal 16, 17, 18 AB )
Pasal 16 AB : Kedudukan
seseorang dimanapun ia berada tetap tunduk pada hukum Nasional.
Ex : Si A melakukan perjanjian pada pihak luar
maka, ia tetap tunduk (patuh) pada syarat2 perjanjian menurut hukum Indonesia (Pasal 1320 B.W)
Pasal 17 AB :
Tentang benda tidak bergerak (berlaku
hukum dimana terletak benda tidak bergerak itu)
Ex : Pembelian
tanah (PPN nya di tempat tanah itu berada)
Pasal 18 AB : Cara melakuka perbuatan Hukum (berlaku hukum dimana
melakukan perbuatan hukum itu)
Ex
: Perjanjian, Kontrak, Kontrak dll. (Statuta
Mixta)
Sarjana Kelsen memberikan
definisi HATAH Intern sebagai berikut :
“ Keseluruhan peraturan & keputusan hukum yang menunjukan
Stelsel hukum manakah yang berlaku/ apakah yang merupakan hukum jika hubungan2
& peristiwa antara warga Negara dalam satu Negara memperlihatkan titik2
pertalian dengan Stelsel2 & kaidah2 hukum yang berbeda
dalam lingkungan kuasa waktu, tempat, pribadi, & soal2”.
Sumber2 hukum antar
golongan terdapat dalam kaedah2 hukum tertulis maupun kaedah2
hukum tidak tertulis
Ex : kaedah2 Hukum tertulis (Jual beli pasal 1457 BW)
1. mengenai perkawinan campuran 1898 No.
158 (GHR)
2. HOCI (mengenai perkawinan orang asli
Pribumi beragama Kristen. Stb. 1933 No. 74)
3. Mengenai tunduk sukarela pada hukum
perdata barat Stb. 1917 No. 12.
Definisi, Istilah &
Pembagian
HATAH Intern
Ø Keseluruhan peraturan dan keputusan
hukum yang menunjukan hukum manakah yang berlaku dalam hubungan hukum antar
warga Negara dalam suatu Negara, memperlihatkan titik pertalian dengan hukum
yang berbeda baik lingkungan kuasa waktu pribadi.
HATAH Ekstern
Ø Keseluruhan Peraturan dan keputusan
hukum yang menunjukan hukum manakah yang berlaku dalam hubungan hukum antar
warga Negara pada satu waktu yang menujukan titik2 pertalian dari
dua Negara atau lebih (Hukum Pedata internasional).
HATAH Intern terbagi ke
dalam 3 bagian yaitu :
1. Hukum Antar Waktu / HAG (Inter
Temporal Recht)
Ø Keseluruhan perturan dan keputusan
hukum yang menunjukan hukum manakah yang berlaku dalam hubungan hukum antar
warga Negara dalam satu Negara memperlihatkan titik peraturan dengan
kaidah hukum yang berbeda dalam lingkungan kekuasaan waktu dan sosial.
Ex : tahun
1964 ada Undang2 lalu lintas Devisa, Penduduk indonesia dilarang
mempunyai alat2 pembyaran luar negeri tanpa izin, namun sekarang
tidak berlaku lagi dengan adanya Undang2 Devisa baru tahun 1976.
2. Hukum Antar Tempat / HAT (Interlokal Recht)
Ø Keseluruhan perturan hukum dan
keputusan hukum yang menunjukan hukum manakah yang berlaku dalam hubungan hukum
antar warga Negara dalam satu Negara memperlihatkan titik pertalian dan kaedah
hukum yang berbeda dalam lingkungan kekuasaan ruang dan sosial.
Ex : dalam
perkawinan seorang laki2 dari Palembang menikah dangan perempuan
sunda (ada adat yang berbeda).
3. Hukum Antar Golongan / HAG (Intergentil Recht)
Ø Keseluruhan peraturan dan keputusan
hukum yang menunjukan hukum manakah yang berlaku dalam hubungan hukum antar
warga Negara dala satu Negara memperlihatkan titik peraturan dengan kaidah
hukum yang berbeda dalam lingkungan kekuasaan waktu dan sosial.
Ex : a). Seorang dari golongan rakyat
Eropa mengadakan jual-beli dengan seorang dari golongan rakyat bumi putera yang
sehari-hari hidup di bawah hukum adat.
b). Seorang bumi putera menikah dengan orang timur asing yang
sehari-hari hidup di bawah hukum BW dan WVK.
TITIK-TITIK PERTALIAN (
Aanknopingspunten)
Istilah titik pertalian/titik pertautan artinya hal2
& keadaan2 yang menyebabkan berlakunya suatu stelsel.
Dalam Hukum Antar Tata
Hukum ada 2 macam Titik taut atau titik pertalian yaitu :
1.
Titik Taut Primer/Titik Pertalian
Primer ( Primaire Aanknopingspunten).
Titik prtalian primer (TPP) merupakan alat pertama
guna pelaksanaan hukum teristimewa hakim untuk mengetahui apakah sesuatu
perselisihan hukum merupakan masalah hukum antar tata hukum (HATAH) jadi, TPP
menciptakan hubungan hukum antar tata hukum (Intern/Ektern).
Yang termasuk TPP adalah sbb :
a.
Para Pihak ( Subyek hukum yang
bersangkutan)
Oleh karena terjadinya hubungan2 hukum antara orang yang
berada di bawah hukum perdata yang berlainan berdasarkan perbedaan golongan
penduduk, keturunan ataupun suku bangsa maka timbulah masalah hukum antar
golongan.
b.
Pilihan Hukum dalam hubungan Intern
Mengenai pilihan hukum yang dilakukan oleh para pihak dalam hubungan
hukum antara sesama golongan penduduk dapat mengakibatkan timbulnya persoalan
hukum antar golongan.
Misalnya, dua orang bumi putera melakukan perjanjian jual-beli dimana
salah satu pihak telah tunduk kepada hukum pedata Eropa, disini dapat dilihat
pilihan hukum dapat merupakan tanda daripada adanya persoalan hukum antar
golongan.
c.
Tanah
Tanah mempunyai suatu ststus tersendiri atrinya, bahwa hukum atas tanah
terlepas daripada hukum orang yang memegangnya, inilah yang terkenal dengan
sebutan “Intergentil Grounden Regel”.
d.
Hakim, untuk hukum acara perdata
(Hukum Formil).
2.
Titik Taut Sekunder/Titik Pertalian
Sekunder (Secundaire Aanknopingspunten)
Menghadapi
persoalan hukum antar golongan di sebabkan terdapatnya salah satu faktor yang
tersebut dalam TPP maka, harus di ketahui hukum manakah yang dapat
diberlakukan, Faktor2 yang menentukan hukum manakah yang harus
dipilih daripada stelsel2 hukum yang di pertautkan itu. Itulah yang
disebut dengan TPS atu Titik Pertalian Sekunder.
Hubungan
antara TPP dan TPS adalah : Tidak terdapat titik pertalian sekunder (TPS) tanpa
adanya titik pertalian primer (TPP), Akan tetapi sebaliknya terdapat titik
pertalian primer (TPP) tanpa adanya titik pertalian sekunder (TPS).
Ex : hubunganhukum
yang berkenaan dengan tanah yang dipersoalkan oleh 2 orang bumi putera karena
mengenai hukum atas tanah adalah suatu titik pertalia primer (TPP) yang berlaku
berdasarkan “Intergentil grounden Regel”.
Yang
termasuk TPS adalah sbb :
a). Maksud dari para Pihak
(Bedoeling Van Partijen)
Maksud dari para pihak dalam suatu
perjanjian dapat merupakan faktor yang menentukan untuk hukum yang berlaku
dalam suatu hubungan antar golongan, para pihak pada saat melakukan suatu hubungan
antar golongan dpat memilih sendiri akan hukum yang mereka inginkan untuk
mengatur perjanjian itu.
Maksud
dari para pihak ( a. secara tegas, b. dengan sekian banyak perkataan (Uitdrukelijk), c. secara diam-diam (Stilzwijaend).
b). Kedudukan masyarakat yang lebih penting dari salah satu pihak.
Oleh
karena kedudukan masyarakat yang sangat kuat & jauh melebihi dari salah
satu pihak dalam suatu hubungan perjanjian atau kontrak maka, dapat terjadi
bahwa pihak ini dengan secara leluasa dapat menetapkan syarat2 yang
hendak dinyatakan berlaku untuk hubungan hukum yang bersangkutan.
c). Masuk ke dalam suasana hukum pihak lain
Orang yang berasal dari suatu
golongan rakyat lain, karena untuk melakukan suatu perbuatan hukum masuk ke
suasanahukum dari golongan rakyat lain.
Apakah
telah terjadi pemasukan oleh satu pihak ke suasana hukum pihak lain, di
simpulkan dari kenyataan2 yang harus di tetapkan hakim dalam “Concreto”.
Dalam Hukum Antar Golongan (HAG) Intern, di kenal beberapa
kaedah hukum antara lain :
1.
Kaedah penunjuk ( Verwijzings Regels)
Ø Kaedah yang menunjuk kepada sistem
hukum tertentu yang harus berlaku & mengatur atau menyelesaikan peristiwa
hukum tertentu.
Ex : a). Pasal 284 BW yaitu pengakuan terhadap anak yang
tidak sah harus di lakukan menurut hukum sang Ayah.
b). Pasal 2 GHR yaitu
seorang perempuan karena perkawinan campuran mengikuti status hukum suaminya.
2.
Kaedah Khas HAG/berdiri sendiri (Zelfstandige Of Eigen Regel)
Ø Kaedah yang mengatur hubungan hukum
antar golongan dengan cara yang bebeda-beda & dengan cara sistem hukum
karena sesuatu hal yaitu berhubungan dengan adanya titik taut tertentu
menyangkut hubungan hukum antar golongan.
Ex : Pasal 7 GHR menyatakan “Perbedaan
agama, kebangsaan, pangkat, golongan tidak menjadi halangan untuk melangsungkan
perkawinan campuran.
3.
Kaedah Pencerminan (Spiegels Regels)
Ø Kaedah hukum tertulis yang
mencerminkan kaedah hukum antar golongan tak tertulis.
Ex : Pasal 43 Stb. 1939 No. 59 yaitu tentang “IMA” yang
memungkinkan penggantian status dari Perseroan Terbatas (PT) badan hukum Eropa
yang pemegang sahamnya terdiri dari orang2 bumi putera (orang
Indonesia asli) jadi, kaedah ini mencerminkan kaedah HAG yang tak tertulis
bahwa orang2 Indonesia asli dapat mendirikan PT, CV dsb.
Terhadap masalah kaedah hukum timbul
persoalan apakah Hakim dapat membuat kaedah2 hukum yang lain?. Hal
ini dapat dilihat/dibaca pada kasus Yang terdapat di Pengadilan Negeri (PN)
Kediri yang singkatnya Sbb:
Seorang dari golongan bumi putera
(si A) mengadakan perjanjian jual-beli ketela dengan golongan timur asing (si
B) pada waktu terjadinya perjanjian tersebut. Si B telah membayar harga
pembelian kepada si A, akan tetapi, ketelanya yang dijanjikan belum diserahkan
si A kepada si B. Hal ini baru dilakukan kemudian hari, pada perjanjian itu
memuat syarat yang menentukan kalau si A tidak menyerahkan ketela tersebut
& sampai terajdi perkara, si A sanggup membayar denda kepada si B termasuk
ongkos perkara.
Dalam hal ini terjadi suatu
persitiwa hukum jual beli dengan syarat pembayaran denda kepada si B, kalau
pada waktu yang ditentukan ketela tersebut tidak di serahkan. (peristiwa hukum
ini di lakukan oleh orang bumi putera dengan orang timur asing) Hukum manakah
yang berlaku? Hukum adat atau hukum perdata?
Pengadilan Negeri Kediri berpendapat
tidak pernah hal ini di jumpai antara orang bumi putera, dengan demikian
pengadilan menyatakan bahwa syarat denda tidak mendapat peraturan BW tetapi,
perjanjian ini ada & mengikat ke 2 belah pihak & pemecahannya timbul
karena masalahnya sampai di pengadilan. Berhubung dengan itu, penyelesaian
perkara ini di lakukan menurut kaedah hukum yang di tentukan oleh hakim sendiri
maka, degan demikian pengadilan Negeri kediri menganggap dirinya berwenang
menagadakan kaedah hukum.
No comments :
Post a Comment