"Ubi Societas Ibi Ius."

Saturday 23 February 2013

HATAH (Hukum Antar Tata Hukum)


Rangkuman bahan kuliah yang disampaikan oleh ibu Arus Surbakti SH., MH. 
di Fakultas Hukum Universitas Islam Riau.

Pembagian golongan (Pasal 131 I.S)
     1.      Golongan Eropa
     2.      Golongan Timur Asing
     3.      Golongan Bumi Putera ( 19 sistem Hukum adat)
Hukum Yang berlaku bagi Golongan (Pasal 131 I.S)
     1.      Golongan Eropa berlaku B.W
     2.      Golongan Timur asing berlaku B.W + Hukum Adat
     3.      Golongan Bumi putera berlaku Hukum Adat
Dasar Kaedah hukum Perdata Indonesia ( Pasal 16, 17, 18 AB )
Pasal 16 AB : Kedudukan seseorang dimanapun ia berada tetap tunduk pada hukum Nasional.
Ex : Si A melakukan perjanjian pada pihak luar maka, ia tetap tunduk (patuh) pada syarat2 perjanjian   menurut hukum Indonesia (Pasal 1320 B.W)
Pasal 17 AB : Tentang benda tidak bergerak  (berlaku hukum dimana terletak benda tidak bergerak itu)
Ex : Pembelian tanah (PPN nya di tempat tanah itu berada)

Pasal 18 AB : Cara melakuka perbuatan Hukum (berlaku hukum dimana melakukan perbuatan hukum itu)
Ex : Perjanjian, Kontrak, Kontrak dll. (Statuta Mixta)

Sarjana Kelsen memberikan definisi HATAH  Intern sebagai berikut :
“ Keseluruhan peraturan & keputusan hukum yang menunjukan Stelsel hukum manakah yang berlaku/ apakah yang merupakan hukum jika hubungan2 & peristiwa antara warga Negara dalam satu Negara memperlihatkan titik2 pertalian dengan Stelsel2 & kaidah2 hukum yang berbeda dalam lingkungan kuasa waktu, tempat, pribadi, & soal2”.
Sumber2 hukum antar golongan terdapat dalam kaedah2 hukum tertulis maupun kaedah2 hukum tidak tertulis
Ex :  kaedah2 Hukum tertulis  (Jual beli pasal 1457 BW)
       1.      mengenai perkawinan campuran 1898 No. 158 (GHR)
       2.      HOCI (mengenai perkawinan orang asli Pribumi beragama Kristen. Stb. 1933 No. 74)
       3.      Mengenai tunduk sukarela pada hukum perdata barat Stb. 1917 No. 12.

Definisi, Istilah & Pembagian
HATAH Intern
Ø  Keseluruhan peraturan dan keputusan hukum yang menunjukan hukum manakah yang berlaku dalam hubungan hukum antar warga Negara dalam suatu Negara, memperlihatkan titik pertalian dengan hukum yang berbeda baik lingkungan kuasa waktu pribadi.
HATAH Ekstern
Ø  Keseluruhan Peraturan dan keputusan hukum yang menunjukan hukum manakah yang berlaku dalam hubungan hukum antar warga Negara pada satu waktu yang menujukan titik2 pertalian dari dua Negara atau lebih (Hukum Pedata internasional).

HATAH Intern terbagi ke dalam 3 bagian yaitu :
      1.      Hukum Antar Waktu / HAG (Inter Temporal Recht)
      Ø  Keseluruhan perturan dan keputusan hukum yang menunjukan hukum manakah yang berlaku dalam hubungan hukum antar warga Negara dalam satu Negara memperlihatkan titik peraturan dengan kaidah hukum yang berbeda dalam lingkungan kekuasaan waktu dan sosial.
Ex : tahun 1964 ada Undang2 lalu lintas Devisa, Penduduk indonesia dilarang mempunyai alat2 pembyaran luar negeri tanpa izin, namun sekarang tidak berlaku lagi dengan adanya Undang2 Devisa baru tahun 1976.

      2.      Hukum Antar Tempat / HAT (Interlokal Recht)
      Ø  Keseluruhan perturan hukum dan keputusan hukum yang menunjukan hukum manakah yang berlaku dalam hubungan hukum antar warga Negara dalam satu Negara memperlihatkan titik pertalian dan kaedah hukum yang berbeda dalam lingkungan kekuasaan ruang dan sosial.
Ex : dalam perkawinan seorang laki2 dari Palembang menikah dangan perempuan sunda (ada adat yang berbeda).

     3.      Hukum Antar Golongan / HAG (Intergentil Recht)
     Ø  Keseluruhan peraturan dan keputusan hukum yang menunjukan hukum manakah yang berlaku dalam hubungan hukum antar warga Negara dala satu Negara memperlihatkan titik peraturan dengan kaidah hukum yang berbeda dalam lingkungan kekuasaan waktu dan sosial.
Ex : a). Seorang dari golongan rakyat Eropa mengadakan jual-beli dengan seorang dari golongan rakyat bumi putera yang sehari-hari hidup di bawah hukum adat.
b). Seorang bumi putera menikah dengan orang timur asing yang sehari-hari hidup di bawah hukum BW dan WVK.

TITIK-TITIK PERTALIAN ( Aanknopingspunten)
Istilah titik pertalian/titik pertautan artinya hal2 & keadaan2 yang menyebabkan berlakunya suatu stelsel.
Dalam Hukum Antar Tata Hukum ada 2 macam Titik taut atau titik pertalian yaitu :

    1.      Titik Taut Primer/Titik Pertalian Primer ( Primaire Aanknopingspunten).
Titik prtalian primer (TPP) merupakan alat pertama guna pelaksanaan hukum teristimewa hakim untuk mengetahui apakah sesuatu perselisihan hukum merupakan masalah hukum antar tata hukum (HATAH) jadi, TPP menciptakan hubungan hukum antar tata hukum (Intern/Ektern).
Yang termasuk TPP adalah sbb :
a.      Para Pihak ( Subyek hukum yang bersangkutan)
Oleh karena terjadinya hubungan2 hukum antara orang yang berada di bawah hukum perdata yang berlainan berdasarkan perbedaan golongan penduduk, keturunan ataupun suku bangsa maka timbulah masalah hukum antar golongan.
b.      Pilihan Hukum dalam hubungan Intern
Mengenai pilihan hukum yang dilakukan oleh para pihak dalam hubungan hukum antara sesama golongan penduduk dapat mengakibatkan timbulnya persoalan hukum antar golongan.
Misalnya, dua orang bumi putera melakukan perjanjian jual-beli dimana salah satu pihak telah tunduk kepada hukum pedata Eropa, disini dapat dilihat pilihan hukum dapat merupakan tanda daripada adanya persoalan hukum antar golongan.
c.       Tanah
Tanah mempunyai suatu ststus tersendiri atrinya, bahwa hukum atas tanah terlepas daripada hukum orang yang memegangnya, inilah yang terkenal dengan sebutan “Intergentil Grounden Regel”.
d.      Hakim, untuk hukum acara perdata (Hukum Formil).

    2.      Titik Taut Sekunder/Titik Pertalian Sekunder (Secundaire Aanknopingspunten)
Menghadapi persoalan hukum antar golongan di sebabkan terdapatnya salah satu faktor yang tersebut dalam TPP maka, harus di ketahui hukum manakah yang dapat diberlakukan, Faktor2 yang menentukan hukum manakah yang harus dipilih daripada stelsel2 hukum yang di pertautkan itu. Itulah yang disebut dengan TPS atu Titik Pertalian Sekunder.
Hubungan antara TPP dan TPS adalah : Tidak terdapat titik pertalian sekunder (TPS) tanpa adanya titik pertalian primer (TPP), Akan tetapi sebaliknya terdapat titik pertalian primer (TPP) tanpa adanya titik pertalian sekunder (TPS).
Ex : hubunganhukum yang berkenaan dengan tanah yang dipersoalkan oleh 2 orang bumi putera karena mengenai hukum atas tanah adalah suatu titik pertalia primer (TPP) yang berlaku berdasarkan “Intergentil grounden Regel”.

Yang termasuk TPS adalah sbb :
a).  Maksud dari para Pihak (Bedoeling Van Partijen)
           Maksud dari para pihak dalam suatu perjanjian dapat merupakan faktor yang menentukan untuk hukum yang berlaku dalam suatu hubungan antar golongan, para pihak pada saat melakukan suatu hubungan antar golongan dpat memilih sendiri akan hukum yang mereka inginkan untuk mengatur perjanjian itu.
      Maksud dari para pihak ( a. secara tegas, b. dengan sekian banyak perkataan (Uitdrukelijk), c. secara diam-diam (Stilzwijaend).
b). Kedudukan masyarakat yang lebih penting dari salah satu pihak.
            Oleh karena kedudukan masyarakat yang sangat kuat & jauh melebihi dari salah satu pihak dalam suatu hubungan perjanjian atau kontrak maka, dapat terjadi bahwa pihak ini dengan secara leluasa dapat menetapkan syarat2 yang hendak dinyatakan berlaku untuk hubungan hukum yang bersangkutan.
c). Masuk ke dalam suasana hukum pihak lain
            Orang yang berasal dari suatu golongan rakyat lain, karena untuk melakukan suatu perbuatan hukum masuk ke suasanahukum dari golongan rakyat lain.
            Apakah telah terjadi pemasukan oleh satu pihak ke suasana hukum pihak lain, di simpulkan dari kenyataan2 yang harus di tetapkan hakim dalam “Concreto”.

Dalam Hukum Antar Golongan (HAG) Intern, di kenal beberapa kaedah hukum antara lain :
    1.      Kaedah penunjuk ( Verwijzings Regels)
    Ø    Kaedah yang menunjuk kepada sistem hukum tertentu yang harus berlaku & mengatur atau menyelesaikan peristiwa hukum tertentu.
Ex : a). Pasal 284 BW yaitu pengakuan terhadap anak yang tidak sah harus di lakukan menurut hukum sang Ayah.
        b). Pasal 2 GHR yaitu seorang perempuan karena perkawinan campuran mengikuti status hukum suaminya.
     2.      Kaedah Khas HAG/berdiri sendiri (Zelfstandige Of Eigen Regel)
     Ø    Kaedah yang mengatur hubungan hukum antar golongan dengan cara yang bebeda-beda & dengan cara sistem hukum karena sesuatu hal yaitu berhubungan dengan adanya titik taut tertentu menyangkut hubungan hukum antar golongan.
Ex : Pasal 7 GHR menyatakan “Perbedaan agama, kebangsaan, pangkat, golongan tidak menjadi halangan untuk melangsungkan perkawinan campuran.
     3.      Kaedah Pencerminan (Spiegels Regels)
Ø    Kaedah hukum tertulis yang mencerminkan kaedah hukum antar golongan tak tertulis.
Ex : Pasal 43 Stb. 1939 No. 59 yaitu tentang “IMA” yang memungkinkan penggantian status dari Perseroan Terbatas (PT) badan hukum Eropa yang pemegang sahamnya terdiri dari orang2 bumi putera (orang Indonesia asli) jadi, kaedah ini mencerminkan kaedah HAG yang tak tertulis bahwa orang2 Indonesia asli dapat mendirikan PT, CV dsb.

            Terhadap masalah kaedah hukum timbul persoalan apakah Hakim dapat membuat kaedah2 hukum yang lain?. Hal ini dapat dilihat/dibaca pada kasus Yang terdapat di Pengadilan Negeri (PN) Kediri yang singkatnya Sbb:
            Seorang dari golongan bumi putera (si A) mengadakan perjanjian jual-beli ketela dengan golongan timur asing (si B) pada waktu terjadinya perjanjian tersebut. Si B telah membayar harga pembelian kepada si A, akan tetapi, ketelanya yang dijanjikan belum diserahkan si A kepada si B. Hal ini baru dilakukan kemudian hari, pada perjanjian itu memuat syarat yang menentukan kalau si A tidak menyerahkan ketela tersebut & sampai terajdi perkara, si A sanggup membayar denda kepada si B termasuk ongkos perkara.
            Dalam hal ini terjadi suatu persitiwa hukum jual beli dengan syarat pembayaran denda kepada si B, kalau pada waktu yang ditentukan ketela tersebut tidak di serahkan. (peristiwa hukum ini di lakukan oleh orang bumi putera dengan orang timur asing) Hukum manakah yang berlaku? Hukum adat atau hukum perdata?
            Pengadilan Negeri Kediri berpendapat tidak pernah hal ini di jumpai antara orang bumi putera, dengan demikian pengadilan menyatakan bahwa syarat denda tidak mendapat peraturan BW tetapi, perjanjian ini ada & mengikat ke 2 belah pihak & pemecahannya timbul karena masalahnya sampai di pengadilan. Berhubung dengan itu, penyelesaian perkara ini di lakukan menurut kaedah hukum yang di tentukan oleh hakim sendiri maka, degan demikian pengadilan Negeri kediri menganggap dirinya berwenang menagadakan kaedah hukum.

No comments :

Post a Comment