A.
Hubungan
antara perubahan sosial dan hukum
Perubahan-perubahan yang terjadi di dalam suatu
masyarakat dapat terjadi oleh karena bermacam-macam sebab. Sebab-sebab tersebut
dapat berasal dari masyarakat itu sendiri (sebab intern) mauapu luar masyarakat
tersebut (sebab extern). Sebagai sebab-sebab intern antara lain : pertambahan
penduduk atau berkurangnya penduduk, penemuan-penemuan baru, pertentangan
(conflict) atau karena terjadinya revolusi. Sdangkan sebab-sebab extern yaitu :
mencakup sebab-sebab yang terjadi di lingkungan alam fisik, pengaruh kebudayaan
masyarakat lain, peperangan dan lain-lain.[1]
Suatu perubahan sosial lebih mudah terjadi apabila suatu masyarakat sering
mengadakan kontak dengan masyarakat-masyarakat lain, atau tela mempunyai sistem
pendidikan yang maju. Sistem lapisan sosial yang terbuka, penduduk yang
heterogen serta ketidakpuasan masyarakat
terhada bidang tertentu dapat pula memperlancar terjadinya perubahan-perubahan
sosial.
Di dalam proses perubahan perubahan hukum (hukum yang
tertulis) pada umumnya dikenal adanya tiga badan yang dapat mengubah hukum,
yaitu badan-badan pembentuk hukum, badan-badan penegak hukum dan badan-badan
pelaksana hukum. Adanya badan-badan pembentuk hukum yang khusus, adanya badan
peradilan yang menegakkan hukum serta badan-badan pelaksana yang menjalankan
hukum, merupakan ciri-ciri yang terdapat pada Negara-negara modern. Pada
masyarakat sederhana, ketiga fungsi tersebut mungkin berada di tangan satu
badan tertentu atau diserahkan pada unit-unit terpenting dalam masyarakat
seperti misalnya keluarga luas.
Perubahan-perubahan sosial dan perubahan-perubahan hukum
atau sebaliknya, tidak selalu berlangsung bersama-sama. Artinya pada
keadaan-keadaan tertentu perkembangan hukum mungkin tertinggal oleh
perkembangan unsur-unsur lainnya dari masyarakat serta kebudayaannya, atau
mugkin hal yang sebaliknya terjadi. Apabila terjadi hal demikian, maka
terjadilah suatu social lag yaitu
suatu keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan dalam perkembangan
lembaga-lembaga kemasyarakatan yang mengakibatkan terjadinya
kepincangan-kepincangan. Tertinggalnya perkembangan hukum oleh unsur-unsur
sosial lainnya, atau sebaliknya, terjadi oleh karena pada hakikatnya merupakan
suatu gejala wajar di dalam suatu masyarakat bahwa terdapat perbedaan antara
pola-pola perikelakuan yang diharapkan oleh kaidah-kaidah hukum dengan
pola-pola perikelakuan yang diharapkan oleh kaidah-kaidah sosial lainnya. Hal
ini terjadi oleh karena hukum pada hakikatnya disusun atau disahkan oleh
sebagian kecil dari masyarakat yang pada
suatu ketika mempunyai kekuasaan atau kewenangan. Suatu keadaan yang menunjukkan
bahwa hukum tertinggal oleh perkembangan bidang-bidang lainnya, seringkali
menimbulkan hambatan-hambatan terhadap bidang-bidang tersebut. Tertinggalnya
kaidah-kaidah hukum juga dapat mengakibatkan terjadinya suatu disorganisasi,
yaitu suatu keadaan di mana kaidah-kaidah lama telah berpudar, sedangkan
kaidah-kaidah baru sebagai penggantinya belum disusun atau dibentuk. Keadaan
tersebut selanjutnya dapat menyebabkan terjadinya anomie, yaitu suatu keadaan
yang kacau, oleh karena tidak adanya pegangan bagi para warga masyarakat untuk
mengukur kegiatan-kegiatannya.
B.
Hukum
sebagai alat untuk mengubah masyarakat
Hukum mungkin
dipergunakan sebagai suatu alat oleh agent
of change atau pelopor perubahan adalah seseorang atau kelompok orang yang
mendapatkan kepercayaan dari masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih
lembaga-lembaga kemasyarakatan. Suatu perubahan social yang dikehendaki atau
direncanakan, selalu berada di bawah pengendalian serta pengawasan pelopor
perubahan tersebut. Cara-cara untuk mempengaruhi masyarakat dengan system yang
teratur dan direncanakan terlebih dahulu, dinamakan social engineering atau social
planning.[2]
Hukum mepunyai pengaruh langsung atau pengaruh yang
tidak langsung di dalam mendorong terjadinya perubahan social. Misalnya, suatu
peraturan yang menentukan system pendidikan tertentu bagi warga Negara mepunyai
pengaruh secara tidak langsung yang sangat penting bagi terjadinya
perubahan-perubahan sosial.
Di
dalam berbagai hal, hukum mempunyai pengaruh yang langsung terhadap
lembaga-lembaga kemasyarakatan yang artinya adalah bahwa terdapat hubungan yang
langsung antara hukum dengan perubahan-perubahan sosial. Suatu kaidah hukum
yang menetapkan bahwa janda dan anak-anak tanpa memperhatikan jenisnya dapat
menjadi ahliwaris mempunyai pengaruh langsung terhadapat terjadinya
perubahan-perubahan sosial, sebab tujuan utamanya adalah untuk mengubah
pola-pola perikelakuan dan hubungan-hubungan antara warga masyarakat. Pengalaman-pengalaman
di Negara-negara lain dapat membuktikan bahwa hukum, sebagiamana halnya dengan
bidang-bidang kehidupan lainnya dipergunakan sebagai alat untuk mengadakan
perubahan sosial. Misalnya di Tunisia, maka sejak diperlakukannya Code of Personal Status pada tahun 1957,
seorang wanita yang telah dewasa, mempunyai kemampuan hukum untuk menikah tanpa
harus di dampingi oleh seorang wali.
Kiranya
dapat dikatakan bahwa kaidah-kaidah hukum sebagai alat untuk mengubah
masyarakat mempunyai peranan penting terutama dalam perubahan-perubahan yang
dikehendaki atau perubahan-perubahan yang direncanakan. Dengan
perubahan-perubahan yang dikehendaki dan direncanakan dimaksudkan sebagai suatu
perubahan yang dikehendaki dan direncanakan oleh warga masyarakat yang berperan
sebagai pelopor masyarakat. Dan dalam masyarakat yang sudah kompleks di mana
birokrasi memegang peranan penting tindakan-tindakan social, mau tak mau harus
mempunyai dasar hukum untuk sahnya. Oleh sebab itu, apabila pemerintah ingin
membentuk badan-badan yang berfungsi untuk mengubah masyarakat (secara terencana),
maka hukum diperlukan untuk membentuk badan tadi serta untuk menentukan dan
membatasi kekuasaannya. Dalam hal ini kaidah hukum mendorong terjadinya
perubahan-perubahan sosial dengan membentuk badan-badan yang secara langsung
berpengaruh terhadap perkembangan-perkembangan di bidang-bidang sosial,
ekonomi, dan politik.
C.
Hukum
sebagai sarana pengatur perikelakuan
Sebagai sarana social
engineering, hukum merupakan suatu sarana yang ditujukan untuk mengubah
perikelakuan warga masyaraka, sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Salah satu masalah yang dihadapi dalam bidang ini adalah jika
terjadi apa yang dinamakan oleh Gunnar Myrdal sebagaisoftdevelopment, dimana hukum-hukum
tertentu yang dibentuk dan diterapkan, ternyata tidak efektif.
Gejala-gejala tersebut akan timbul,
apabila ada faktor-faktor tertentu yang menjadi halangan. Faktor-faktor
tersebut dapat berasal dari pembentuk hukum, penegak hukum, para pencari keadilan
(justitiabelen), maupun golongan-golongan lain di dalam masyarakat.
Faktor-faktor itulah yang harus diidentifikasi karena merupakan suatu kelemahan
yang terjadi kalau hanya tujuan-tujuan yang dirumuskan, tanpa mempertimbangkan
sarana-sarana untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Kalau hukum merupakan
sarana yang dipilih untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, maka prosesnya tidak
hanya berhenti pada pemilihan hukum sebagai sarana saja. Perlu diketahui
batas-batas di dalam penggunaan hukum sebagai sarana (untuk mengubah atau
mengatur perikelakuan warga masyarakat). Sebab, sarana yang ada membatasi
pencapaian tujuan, sedangkan tujuan menentukan sarana-sarana yang tepat untuk
digunakan. Adanya alat-alat komunikasi tertentu, merupakan salah satu
syarat bagi penyebaran serta pelembagaan hukum. Komunikasi tersebut dilakukan
secara formal, yaitu melalui suatu tata cara yang terorganisasikan dengan
resmi. Ada pula tata cara informal yang tidak resmi sifatnya. Inilah yang
dinamakan difusi, yaitu penyebaran dari unsur-unsur kebudayaan tertentu didalam
masyarakat yang bersangkutan. Proses difusi dapat dipengaruhi oleh:
a.
Pengakuan, bahwa unsur
kebudayaan yang bersangkutan (dalam hal ini hukum) mempunyai kegunaan;
b. Ada
tidaknya pengaruh dari unsur-unsur kebudayaan lainnya, yang mungkin merupakan
pengaruh negatif ataupun positif;
c. Sebagai
suatu unsur yang baru, maka hukum tadi mungkin akan ditolak oleh masyarakat,
oleh karena berlawanan dengan fungsi unsur lama;
d.
Kedudukan dan peranan
dari mereka yang menyebarluaskan hukum, mempengaruhi efektivitas hukum di dalam
mengubah serta mengatur perikelakuan warga-warga masyarakat.
Inilah yang merupakan salah
satu batas di dalam penggunaan hukum sebagai sarana pengatur atau pengubah
perikelakuan. Untuk dapat mengidentifikasi masalah-masalah yang berkaitan
dengan penggunaan hukum sebagai sarana pengatur perikelakuan. Terutama, masalah
yang bersangkut paut dengan tata cara komunikasi, maka perlu dibicarakan
perihal struktur penentuan pilihan pada manusia, sarana-sarana yang ada untuk
mengadakan social engineering melalui
hukum, hubungan antara hukum dengan perikelakuan, dan sebagainya. Hukum
berproses dengan cara membentuk struktur pilihan-pilihan para pemegang peranan
melalui aturan-aturan serta sarana-sarana untuk mengusahakan konformitas
(antara lain, berwujud sanksi). Proses tadi berjalan dengan cara:
a.
Penetapan kaidah-kaidah
hukum yang harus dipatuhi oleh pemegang peranan;
b.
Perumusan tugas-tugas
penegak hukum untuk melakukan tindakan-tindakan positif atau negatif, sesuai
dengan kepatuhan atau pelanggaran terhadap kaidah-kaidah hukum.
Hans Kelsen hanya
menguraikan pada hubungan antara kaidah-kaidah hukum tersebut. Maka diperlukan
kerangka yang lebih luas yang mungkin lebih banyak mempertimbangkan
masalah-masalah disekitar penegak hukum subyek-subyek hukum lainnya. Untuk
keperluan itu, dapat dikemukakan melalui langkah-langkah atau tahap-tahap yang
didasarkan pada hipotesis-hipotesis sebagai berikut:
1.
Para pemegang peranan
akan menentukan pilihannya, sesuai dengan anggapan-anggapan ataupun nilai-nilai
mereka terhadap realitas yang menyediakan kemungkinan-kemungkinan untuk memilih
dengan segala konsekuensinya.
2. Salah
satu di antara faktor-faktor yang menentukan kemungkinan untuk menjatuhkan
pilihan adalah perikelakuan yang diharapkan dari pihak lain.
3. Harapan
terhadap peranan-peranan tertentu dirumuskan oleh kaidah-kaidah.
4. Kaidah-kaidah
hukum adalah kaidah-kaidah yang dinyatakan oleh para pelopor perubahan atau
mungkin juga oleh pattern-setting group.
5. Kaidah-kaidah
hukum yang bertujuan untuk mengubah dan mengatur perikelakuan dapat dilakukan
dengan cara-cara meliputi, pertama, melakukan imbalan-imbalan secara psikologis
bagi pemegang peranan yang patuh maupun melanggar kaidah hukum; kedua,
merumuskan tugas-tugas penegak hukum untuk bertindak sedemikian rupa; ketiga,
mengubah perikelakuan pihak ketiga yang dapat mempengaruhi perikelakuan
pemegang peranan yang mengadakan interaksi; keempat, mengusahakan perubahan
pada persepsi, sikap, dan nilai pemegang peranan.
D. Batas-batas penggunaan
hukum
Menentukan tujuan hukum dan perkembangannya tidaklah
sulit, sebaliknya yang dianggap sulit adalah menetapkan apakah anggota-anggota
masyarakat itu dapat menerima atau mengakui tujuan hukum tersebut oleh karena
taatnya anggota-anggota masyarakat kepada hukum dapat disebabkan oleh dua
faktor, yaitu :
1. Bahwa tujuan hukum identik dengan tujuan / aspirasi
anggota-anggota masyarakat itu atau dengan kata lain taatnya anggota-anggota
masyarakat pada hukum adalah karena terdapatnya perasaan keadilan dan kebenaran
dalam hukum itu sendiri.
2. Karena adanya kekuasaan yang imperative melekat dalam
hukum tersebut, dengan sanksi apabila ada orang yang berani melanggarnya ia
akan memperoleh akibat-akibat hukum yang tidak di ingini.
Menurut Roscoe Pound batas-batas kemampuan hukum
terletak pada hal-hal sebagai berikut :
1. Hukum pada umumnya hanya mengatur
kepentingan-kepentingan para wraga masyarakat, yang bersifat lahiriyah
2. Dalam menerapkan sanksi-sanksi yang melekat pada hukum
ada batas-batasnya, sebab sebagaimana dikatakan oleh Edwin Sutherland “When the
mores are adequate, laws are unnecessary; when the mores are inadequate, the
laws are ineffective”.
3. Lagipula, untuk melaksanakan isi, mmaksud dan tujuan
hukum, di perlukan lembaga-lembaga tertentu.
Faktor-faktor tersebut perlu sekali diperhatikan
apabila hukum hendak dipakai sebagai alat untuk mengubah masyarakat. Akan
tetapi yang lebih penting lagi adalah pelopor perubahan yang ingin mengubah
masyarakat dengan memakai hukum sebagai alatnya.
Rex dengan semangat sebagai seorang pelopor
pembaharuan menduduki tahta pemerintah di suatu Negara. Ia beranggapan bahwa
kegagalan-kegagalan dari orang-orang sebelum ia adalah terutama di bidang
hukum. Sistem hukum yang berlaku tidak mengalami perubahan apapun juga sejak
beberapa generasi yang lampau. Hal pertama yang dilakukannya adalah
menghapuskan kekuatan berlakunya aturan-aturan hukum yang telah ada, oleh
karena ia ingin mulai dengan sesuatu yang baru. Kemudian ia berusaha untuk
melakukan kodifikasi hukum yang baru. Dikarenakan latar belakang pendidikannya
yang sangat terbatas, ia pun menemui kesukaran-kesukaran untuk menyusun
prinsip-prinsip dan garis-garis hukum yang umum sifatnya.
No comments :
Post a Comment