BAB
I
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Sistem Pemasyarakatan
adalah sistem yang tidak sekedar rehabilitasi dan resosilisasi, akan tetapi
diperlengkapi dengan unsur-unsur edukatif-korelatif-defenitif dan beraspek
individu dan sosial secara idiil oleh dasar filsafat Pancasila. Sistem itu sendiri
di dalam Pemasyarakatan harus mempunyai ukuran/syarat tertentu, elemen tertentu
yang interrelasi dan berproses sesuai dengan konsepsi tertentu.
Hukum mengatur
masyarakat secara patut dan bermanfaat dengan menetapkan apa yang harus ataupun
yang dibolehkan dan sebaliknya. Hukum dapat mendiskualifikasikannya sebagai
melawan hukum. Perbuatan yang sesuai dengan tidak merupakan masalah dan tidak
perlu dipersoalkan, yang menjadi masalah ialah perbuatan melawan hukum.
Perhatian dan penggarapan perbuatan itulah yang merupakan penegakkan hukum.
Terhadap perbuatan yang melawan hukum tersedia sanksi.
Masalah pidana dan
pemidanaan dalam sejarahnya selalu mengalami perubahan. Dari abad keabad,
keberadaannya banyak diperdebatkan oleh para ahli. Bila disimak dari sudut
perkembangan masyarakat, perubahan itu adalah hal yang wajar, karena manusia
akan selalu berupaya untuk memperbaharui tentang suatu hal demi meningkatkan
kesejahteraannya dengan mendasarkan diri pada pengalaman di masa lampau.
Pemidanaan di Indonesia
selain untuk menegakkan hukum, juga ditekankan pada resosiliasi agar narapidana
berhasil berintegrasi dengan komunitasnya dengan tujuan :
- Warga
Binaan Pemasyarakatan menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak
mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat;
2.
Warga Binaan Pemasyarakatan dapat aktif berperan dalam pembangunan;
3.
Warga Binaan Pemasyarakatan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan
bertanggung jawab.
Mengukur keberhasilan
Sistem Pemasyarakatan, bukanlah pekerjaan yang mudah, apalagi menentukan
keseluruhan bidang yang bergerak adalah lingkungan Sistem Pemasyarakatan. Keberhasilan
Sistem Pemasyarakatan diawali tinggi/rendahnya angka remisi yang dicapai dalam
pembinaan di dalam masyarakat. Setiap narapidana yang mengalami pidana lebih
dari 6 (enam) bulan dapat diberikan dorongan berupa upaya remisi untuk
memperpendek masa pidana, apabila telah menunjukkan prestasi dengan berbuat dan berkelakuan baik
atau turut mengambil bagian berbakti terhadap Negara. Hak remisi merupakan
prestasi narapidana, diatur secara bersama-sama untuk dapat di terima
bertepatan dengan Ulang Tahun kemerdekaan Republik Indonesia setiap tanggal 17
Agustus 1945.
Remisi atau pengurangan
penghukuman selama narapidana menjalani hukuman pidana juga berubah dari waktu
ke waktu. Sistem Kepenjaraan menempatkan remisi sebagai hadiah. Artinya remisi
adalah hadiah dari Pemerintah kepada narapidana. Sejak tahun 1950, remisi tidak
lagi sebagai anugerah, tetapi menjadi hak setiap narapidana yang memenuhi
syarat yang ditetapkan.
Dalam sistem baru
pembinaan narapidana, remisi ditempatkan sebagai motivasi (salah satu motivasi)
bagi narapidana untuk membina diri sendiri. Sebab, remisi tidak sebagai hukum
seperti dalam Sistem Pemasyarakatan, tidak pula sebagai anugerah sebagaimana
dalam sistem kepenjaraan, tetapi sebagai hak dan kewajiban narapidana. Artinya
jika narapidana benar-benar melaksanakan kewajibannya, ia berhak untuk mendapat
remisi, sepanjang persyaratannya telah dipenuhi.
Kriteria pemberian
remisi perlu diperjelas sehingga dapat menutup peluang remisi menjadi
komoditas. Mesti remisi adalah hak narapidana, tetap perlu ada kondisi khusus
yang ikut menentukan diberi atau tidaknya pengurangan hukuman dan lamanya
pengurangan hukuman bagi narapidana.
Menurut Indriyanto Seno
Adji, pemberian remisi yang dimonopoli Lembaga Pemasyarakatan perlu mendapat
kontrol dari luar. Ia menyarankan perlunya fungsi pengawasan dalam pemberian
remisi. Trimedya Panjaitan menambahkan, pemberian remisi mestinya memiliki batasan
dengan syarat yang lebih spesifik. Meskipun remisi menjadi hak setiap narapidana,
tetap harus ada kondisi khusus yang membedakan remisi yang diterima narapidana
satu dengan yang lainnya.
Pembebasan Bersyarat
Tommy Soeharto dari Lembaga Pemasyarakatan Cipinang 30 Oktober 2006 banyak
menjadi sorotan publik, karena banyak kalangan menilai bahwa pembebasannya
terlalu banyak memperoleh keistimewaan terutama mengenai remisi yang
diterimanya.
Sebagai lembaga
pembinaan, posisinya sangat strategis dalam merealisasikan tujuan akhir dari
sistem peradilan, yaitu rehabilitasi dan resosialisasi pelanggar hukum, bahkan
sampai kepada penangguhan kejahatan (Suppression of Crime).
Keberhasilan dan
kegagalan pembinaan yang dilakukan Lembaga Pemasyarakatan akan memberikan
kemungkinan penilaian yang dapat bersifat positif maupun negatif.
1.2 Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari
uraian tersebut di atas, yang menjadi permasalahan adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimanakah pelaksanaan pemberian Remisi
dalam Sistem Pemasyarakatan ?
BAB
II
PEMBAHASAN
PELAKSANAAN
PEMBERIAN REMISI DALAM SISTEM PEMASYARAKATAN
II.1
Pengertian Remisi
Remisi merupakan
salah satu sarana hukum yang penting dalam rangka mewujudkan
tujuan system pemasyarakatan. Maka pengertian Remisi adalah pengurangan masa
pidana yang diberikan kepada narapidana yang memenuhi syarat. Sedangkan menurut
ketentuan Pasal 1 Keputusan Presiden RI No. 174 Tahun 1999 tidak memberikan
pengertian remisi, hanya dikatakan bahwa:
“setiap narapidana dan
anak pidana yang menjalani pidana penjara sementara dan pidana kurungan dapat
diberikan remisi apabila yang bersangkutan berkelakuan baik selama menjalani
pidana”
Pemberian remisi
sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden RI Nomor 174 Tahun 1999 tentang
Remisi tidak ditafsirkan sebagai “kemudahan” dalam kebijakan menjalani pidana
sehingga mengurangi arti pemidanaan namun pemberian remisi tersebut adalah
dalam upaya mengurangi dampak negatif dari subkultur tempat pelaksanaan pidana,
disparitas pidana dan akibat pidana perampasan kemerdekaan.
Kemudian sebagaimana
dimaksud pada Pasal 1 Keputusan Presiden No. 174 Tahun 1999, pada Pasal 2
disebutkan bahwa remisi ada 4 macam ,yaitu:
- Remisi
umum; yang diberikan pada hari peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia pada tanggal 17 Agustus.
- Remisi
khusus; yang diberikan pada hari besar keagamaan yang dianut narapidana
dan anak pidana yang bersangkutan dengan ketentuan jika sesuatu agama
mempunyai lebih dari satu kali hari besar keagamaan dalam setahun, maka yang
diberikan adalah hari besar keagamaan yang paling di muliakan.
- Remisi
tambahan; berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI
Nomor M.04-HN.02.01 Tahun 2000 tentang remisi tambahan bagi Narapidana dan
Anak pidana yang berbuat jasa kepada Negara.
- Remisi
dasawarsa; berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI
Nomor M.01-HN.02.01 Tahun 2005 tentang penetapan penguragan masa hukuman
secara khusus 60 (enam puluh) tahun Kemerdekaan RI.
II.2
Dasar Hukum Pemberian Remisi dan Syarat - syarat Mendapatkan Remisi
Dalam rangka mewujudkan
Sistem Pemasyarakatan salah satu sarana hukum yang sangat penting adalah dengan
pemberian remisi kepada narapidana dan anak pidana.
- Dasar hukum
pemberian remisi terhadap narapidana dan anak pidana antara lain sebagai
berikut:
a). Undang – undang No. 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan.
b). Peraturan
Pemerintah No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga
Binaan Pemasyarakatan.
c). Peraturn Pemerintahan RI No. 32 Tahun 2006
tentang Perubahan atas PP No. 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Hak
Warga Binaan Pemasyarakatan.
d). Keputusan Presiden RI No. 174 Tahun 1999 tentang
Remisi.
e). Keputusan
Menteri Hukum dan Perundang–undangan RI No.M.09.HN 02.10 tahun 1999 tentang
pelaksanaan Keputusan Presiden RI No. 174 Tahun 1999 tentang Remisi.
Didalam Undang – Undang
No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dalam Pasal 14 bahwa narapidana berhak
mendapatkan:
a)
melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya,
b)
mendapa perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani,
c)
mendapatkan pendidikan dan pengajaran,
d)
mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak,
e)
menyampaikan keluhan,
f) mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran
media massa lainnya yang tidak dilarang,
g)
mendapatkan upah atau pemi atas pekerjaan yang dilakukan,
h) menerima
kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya,
i)
mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi),
j)
mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga,
k)
mendapatkan pembebasan bersyarat,
l)
mendapatkan cuti menjelang bebas, dan
m)mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan
perundang – undangan yang berlaku
Kemudian di dalam
Keputusan Presiden RI No. 174 tahun 1994 tentang Remisi pada Pasal 1 ayat (1)
menyebutkan bahwa,
“setiap narapidana dan
anak pidana yang menjalani pidana penjara sementara dan pidana kurungan dapat diberikan
remisi apabila yang bersangkutan baik selama menjalani pidana”.
Di dalam Peraturan Pemerintah
RI No. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan
Pemasyarakatan (WBP) pada Pasal 34 ayat (1) menyebutkan:
“setiap narapidana dan
anak pidana yang selama menjalani masa pidana berkelakuan baik berhak
mendapatkan remisi”
Warga
Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang mendapatkan remisi adalah :
a. Narapidana;
adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaannya di Lembaga
Pemasyarakatan.
b. Anak pidana. yaitu anak yang berdasarkan
Keputusan Pengadilan menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan anak paling
lama sampai berumur 18 tahun.
2.
Syarat – Syarat Mendapatkan Remisi
a. Remisi umum, diberikan pada hari ulang tahun
kemerdekaan RI tanggal 17 agustus. Syarat mendapatkan remisi umum adalah:
a) Warga
binaan pemasyarakatan tidak sedang menjalani cuti menjelang bebas (CMB).
b) Warga
binaan pemasyarakatan tidak sedang menjalani pidana pengganti denda.
c) Warga
binaan pemasyarakatan tidak sedang menjalani hukuman mati atau seumur hidup.
d). Sudah menjalani pidana lebih dari 6 (enam)
bulan.
e). Tidak dikenakan hukuman disiplin.
b. Remisi khusus, diberikan pada hari besar
keagamaan. Syarat mendapat remisi khusus adalah sebagai berikut:
a). Warga
binaan pemasyarakatan tidak sedang menjalani cuti menjelang bebas (CMB).
b). Warga binaan pemasyarakatan tidak sedang
menjalani pidana pengganti denda.
c). Warga
binaan pemasyarakatan tidak sedang menjalani hukuman mati atau seumur hidup.
d). Sudah menjalani pidana lebih dari 6 (enam)
bulan.
e). Tidak dikenakan hukuman disiplin.
c. Remisi tambahan, diberikan karena berjasa kepada
Negara, perbuatan yang bermanfaat bagi kemanusiaan. Syarat mendapatkan remisi
tambahan adalah sebagai berikut:
a). Warga
binaan pemasyarakatan tidak sedang menjalani cuti menjelang bebas (CMB).
b). Warga binaan pemasyarakatan tidak sedang
menjalani pidana pengganti denda.
c). Warga binaan pemasyarakatan tidak sedang menjalani
hukuman mati atau seumur hidup.
d). Sudah menjalani pidana lebih dari 6 (enam)
bulan.
e). Tidak dikenakan hukuman disiplin.
d. Remisi dasawarsa, diberikan satu kali setiap 10
tahun pada HUT RI. Syarat mendapatkan remisi dasawarsa adalah sebagai berikut:
a). Dipidana lebih dari 6 (enam) bulan.
b). Warga Binaan Pemasyarakatan tidak dijatuhi
hukuman mati atau seumur hidup.
c). Warga Binaan Pemasyarakatan tidak dalam
pelarian.
II.3
Pelaksanaan Pemberian Remisi Di Lembaga
Pemasyarakatan
Sistem Pemasyarakatan
tidak saja sekedar merumuskan tujuan pidana penjara, tetapi juga merupakan
sistem pembinaan bagi Narapidana dan Anak Didik yang mencakup bidang – bidang
yang luas di bawah spektrum pencegahan kejahatan sekaligus merupakan metodologi
di bidang Treatment of offenders yang multilateral orienteds individu
Narapidana dan Anak Didik maupun potensi yang ada di dalam masyarakat sebagai
keseluruhan terutama lembaga – lembaga pemasyarakatan dan instansi pemerintah Dalam
Pasal (1) ayat (2) UU Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan :
“sistem pemasyarakatan
adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan wargabinaan
pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara
Pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan
pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi
lagi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat
dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai
warga yang baik dan bertanggung jawab”.
Sedangkan di dalam
Pasal 2 Undang - Undang nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan :
“Sistem Pemasyarakatan
diselenggarakan dalam rangka membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi
manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi
tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat
aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga
yang baik dan bertanggung jawab”.
Untuk melaksanakan system
pemasyarakatan tersebut, diperlukan juga keikutsertaan masyarakat, baik dengan
mengadakan kerjasama dalam pembinaan maupun dengan sikap bersedia menerima
kembali warga binaan pemasyarakatan yang telah selesai menjalani pidana.
Untuk melaksanakan
sistem pemasyarakatan yang memiliki tugas pokok membina dan membimbing warga
binaan pemasyarakatan, maka dilakukan suatu usaha oleh petugas pemasyarakatan
dengan didasari jiwa pengabdian yang tinggi, tekun serta mempunyai kemampuan
yang memadai, baik itu dari segi perilaku atau moral sebagai petugas.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, yang terpenting adalah memberi bekal
kepada petugas dalam hal menambah wawasan pengetahuan, pendidikan, dan
kesungguhan dalam melaksanakan tugas, guna mencapai pembinaan terhadap
narapidana, jelas mempunyai arti yang sangat penting dan strategis sehingga dengan
pelaksanaannya dibutuhkan keberadaan para pegawai yang memiliki kualitas kualifikasi
tertentu untuk melaksanakan pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan.
Dalam sistem
Pemasyarakatan Remisi merupakan hak Narapidana yang diatur berdasarkan Pasal 14
Undang Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Berdasarkan filosofis
pemasyarakatan merupakan inti dari pelaksanaan pembinaan pelanggaran hukum
bertumpu pada Community Base Oriented (pelaksana pembinaan di tengah – tengah
masyarakat). Oleh karena itu Remisi merupakan manifestasi dari tujuan
Pemasyarakatan dimaksud. Dalam konteks ini pemberian remisi bagi narapidana
yang memenuhi syarat merupakan salah satu alternatif dalam rangka mempercepat
proses reintegrasi.
Remisi merupakan salah
satu bagian dari fasilitas pembinaan yang tidak bisa dipisahkan dari fasilitas
pembinaan yang lainnya, dimana hakekat pembinaan adalah selain memberikan
sanksi yang bersifat punitive, juga memberikan reward sebagai salah satu dari
upaya pembinaan, agar program pembinaan dapat berjalan dan direspon oleh Warga
Binaan Pemasyarakatan, sedangkan tujuan dari Sistem Pemasyarakatan adalah
mengupayakan warga binaan untuk tidak mengulangi lagi perbuatannya melanggar
hukum yang pernah dilakukan dengan harapan kelak akan kembali dan diterima oleh
masyarakat sekitarnya sebagai warga masyarakat serta dapat berperan aktif
sebagaimana anggota masyarakat lainnya.
Jadi dengan adanya
pemberian remisi diharapkan dapat menjadi pemicu sekaligus sebagai motivator
bagi para warga Binaan Pemasyarakatan yang masih menjalani pembinaan di dalam
Lembaga Pemasyarakatan dan merupakan salah satu fasilitas pembinaan yang diberi
kepada warga binaan pemasyarakatan dalam rangka mencapai tujuan pemasyarakatan.
Dalam Keputusan Menteri
Kehakiman Nomor : M.02.PK.04.10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan Narapidana
dan Anak Didik, secara umum pembinaan narapidana bertujuan agar mereka menjadi
manusia seutuhnya sebagaimana yang telah menjadi arah pembangunan nasional
melalui jalur pendekatan :
a. Menetapkan iman (ketahanan moral)
mereka.
b. Membina mereka agar mampu berintegrasi secara
wajar di dalam kehidupan kelompok selama dalam Lembaga Pemasyarakatan dan
kehidupan yang lebih luas setelah menjalani masa pidananya.
Secara khusus pembinaan
narapidana ditujukan agar selama masa pembinaan dan sesudah selesai menjalani
masa pidananya.
- Berhasil
menetapkan kembali harga diri dan kepercayaan dirinya serta bersikap optimis
akan masa depannya.
- Berhasil
memperoleh pengetahuan, minimal
keterampilan untuk bekal mampu hidup mandiri dan berprestasi dalam
kegiatan pembangunan nasional.
- Berhasil
menjadi manusia yang patuh hukum yang tercermin pada sikap dan perilakunya
yang tertib dan disiplin serta menggalang rasa kesetiakawanan sosial.
- Berhasil
memiliki jiwa dan semangat pengabdian terhadap bangsa dan Negara.
Dasar pemikiran
pembinaan ini berpatokan pada “Sepuluh Prinsip Pokok Pemasyarakatan”, yaitu :
- Ayomi dan
berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan perannya sebagai warga
masyarakat yang baik dan berguna.
b.
Penjatuhan pidana bukan tindak balas dendam Negara.
c.
Berikan bimbingan bukan penyiksaan supaya mereka bertobat.
d. Negara
tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau jahat daripada sebelum
dijatuhi pidana.
e. Selama
kehilangan kemerdekaan bergerak, para narapidana dan anak didik harus dikenalkan
dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat.
f. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan
anak didik tidak boleh bersifat sekedar mengisi waktu, juga tidak boleh
diberikan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan dinas atau kepentingan Negara
sewaktu – waktu saja. Pekerjaan yang diberikan harus satu dengan pekerjaan di
masyarakat dan yang menunjang usaha peningkatan produksi.
g. Bimbingan
dan didikan yang diberikan kepada Narapidana dan Anak Didik harus berdasarkan
Pancasila.
h. Narapidana
dan Anak Didik sebagai orang – orang yang tersesat adalah manusia, dan mereka
harus diperlakukan sebagai manusia.
i. Narapidana dan Anak Didik hanya dijatuhi pidana
hilang kemerdekaan sebagian salah satu derita yang dialaminya.
j. Disediakan
dan dipupuk sarana – sarana yang dapat mendukung fungsi rehabilitatif, korektif
dan edukatif dalam sistem pemasyarakatan.
Jenis-jenis remisi yang
dilaksanakan di lembaga pemasyarakatan, adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 2
Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999 tentang remisi :
1. Remisi
umum, yaitu remisi yang diberikan pada Hari Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus.
Pemberian Remisi Umum diberikan sebagai berikut :
- Pada tahun pertama diberikan remisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yakni 1(satu) sampai dengan 2 (dua) bulan.
- b. Pada tahun kedua diberikan remisi 3(tiga) bulan.
c. Pada tahun ketiga
diberikan remisi 4(empat) bulan.
d. Pada tahun
keempat dan kelima diberikan masing-masing diberikan remisi 5(lima) bulan.
e. Pada tahun keenam dan seterusnya diberikan remisi
6 (enam) bulan setiap tahun.
2. Remisi
khusus, yaitu remisi yang diberikan pada hari keagamaan yang dianut oleh Narapidana dan anak Pidana yang
bersangkutan, dan ketentuan jika sesuatu agama mempunyai lebih dari satu hari
besar keagamaan dalam setahun, maka yang dipilih adalah hari besar yang paling
dimuliakan oleh penganut agam yang bersangkutan.
Berdasarkan Keputusan
Menteri Hukum dan Perundang – Undangan RI Nomor : M.09.HN.02.01 Tahun 1999
tentang pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999, Pasal 3 ayat (2),
bahwa pemberian Remisi Khusus dilaksanakan pada :
a) Setiap
Hari Raya Idul Fitri bagi Narapidana dan Anak Pidana yang beragama Islam;
b) Setiap Hari Raya Natal bagi Narapidana dan Anak
Pidana yang beragama Kristen;
c) Setiap Hari Raya Nyepi bagi Narapidana dan Anak
Pidana yang beragama Hindu;
d) Setiap Hari Raya Waisak bagi Narapidana dan Anak
Pidana yang beragama Budha;
Besarnya Remisi Khusus adalah :
- 15
(lima belas) hari bagi narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani pidana
selama 6 (enam) sampai 12 (dua belas) bulan.
- 1
(satu) bulan bagi narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani pidana selama
12 (dua belas) bulan atau lebih.
Pemberian Remisi Khusus dilaksanakan
sebagai berikut :
a. Pada
tahun pertama diberikan remisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yakni 15 (lima
belas) hari sampai dengan 1 (satu) bulan.
b. Pada tahun kedua dan
ketiga masing-masing diberikan remisi 1(satu) bulan.
c. Pada tahun keempat dan kelima masing-masing
diberikan remisi 1 (satu) bulan 15 (lima belas ) hari.
d. Pada tahun keenam
dan seterusnya diberikan remisi 2 (dua) bulan setiap tahun.
Selain dengan adanya
kedua remisi tersebut,terdapat juga Remisi Tambahan sebaimana diatur dalam
Pasal 3 ayat (1) dimana narapidana memperoleh Remisi Tambahan apabila
Narapidana yang bersangkutan selama menjalani masa pidana :
a.
Berbuat jasa kepada Negara ;
b. Melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi Negara
atau kemanusiaan ;
c. Melakukan
perbuatan yang membantu kegiatan pembinaan di Lembaga Permasyarakatan.
Besarnya remisi tambahan adalah :
- ½ (satu perdua)
dari remisi umum yang diperoleh pada tahun yang bersangkutan bagi
Narapidana dan Anak Pidana yang telah dilakukan perbuatan yang membantu
kegiatan pembinaan di Lembaga Permasyarakatan sebagai pemuka.
- ⅓ (satu
pertiga) dari remisi umum yang diperoleh pada tahun yang bersangkutan bagi
Narapidana dan Anak Pidana yang telah dilakukan perbuatan yang membantu
kegiatan pembinaan di Lembaga Permasyarakatan sebagai pemuka.
Remisi tambahan bagi
narapidana yang menjadi donor organ tubuh dan donor darah, berdasarkan Pasal 2
keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor : 04.HN.02.01 Tahun 1988 tanggal 14 Mei
1988 tentang Pemberian Remisi Bagi Narapidana Yang Menjadi Donor Organ Tubuh
dan Donor darah, “bahwa setiap Narapidana yang menjalani pidana sementara baik
pidana penjara, pidana kurungan maupun pidana pengganti denda dapat diusulkan
untuk mendapatkan tambahan remisi apabila menjadi donor organ tubuh dan darah”.
Pengusulan tambahan
remisi tersebut harus disertai tanda bukti/surat keterangan yang sah yang
dikeluarkan oleh rumah sakit yang melaksanakan donor organ tubuh, atau Palang
Merah Indonesia yang melaksanakan pengambilan darah. Apabila pengusulan
tambahan resmi tidak disertai tanda bukti/surat keterangan, maka pengusulan
tersebut akan ditolak.
Dalam Pasal 5 Keputusan
Menteri Kehakiman RI Nomor : 04.HN.02.01 tahun 1988 tanggal 14 mei 1988 tentang
Pemberian Remisi bagi narapidana Yang menjadi donor Organ Tubuh dan Donor
darah, besarnya tambahan remisi yang diberikan kepada donor darah, adalah
sebagai berikut:
a. Sebesar 1 (satu) bulan, apabila telah
menyumbangkan darahnya : 5, 10 dan 15 kali.
b. Sebesar 2 (dua) bulan, apabila telah
menyumbangkan darahnya: 20, 25 dan 30 kali.
c. Sebesar 3 (tiga) bulan, apabila telah
menyumbangkan darahnya: 36, 43 dan 50 kali.
d. Sebesar
4 (empat) bulan, apabila telah menyumbangkan darahnya: 59, 67 dan 75 kali.
e. Sebesar 4 (empat) bulan, apabila telah
menyumbangkan darahnya: 84, 92 dan 100 kali.
f. Sebesar 6 (enam) bulan, apabila telah
menyumbangkan darahnya 101 (seratus satu) keatas.
Pengusulan tambahan
resmi bagi donor organ tubuh dan donor darah dilaksanakan dengan menggunakan
Formulir RT.I dan RT.II. Besarnya Remisi umum yang diberikan adalah:
- 1 (satu)
bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani pidana selama 6
(enam) bulan sampai 12 (dua belas) bulan .
- 2 (dua)
bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani pidana selama
12 (dua belas) bulan atau lebih.
Remisi merupakan hak
narapidana, namun demikian pemberian remisi tidak diberikan kepada Narapidana dan
Anak Pidana yang :
a. Dipidana kurang dari 6 (enam) bulan.
b. Dikenakan
hukuman disiplin dan daftar pada buku pelanggaran tat tertib Lembaga
Permasyarakatan dalam kurun waktu yang diperhitungkan pada pemberian remisi.
c. Sedang menjalani cuti menjelang bebas.
d. Dijatuhi pidana kurungan sebagai pengganti denda.
Remisi yang diberikan
sebagai hak narapidana, yang salah satu fungsinya mempercepat narapidana agar
segera bebas dan kembali kelingkungan msayarakat, akan tetapi ada narapidana
yang tidak berhak mendapatkan remisi berdasarkan kriteria:
a.
Terdapat Register F yang isinya mencabut hak remisi.
b. Masalah dalam tahap upaya hukum.
c. Belum
mendapat vonis yang mempunyai kekuatan hukum tetap, akan tetapi dapat diusulkan
melalui remisi susulan, yaitu remisi yang karena terlambat pengusulannya bisa
diusulkan kemudian setelah berkas-berkasnya turun.
Prosedur mengajukan
remisi selanjutnya diajukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia oleh
Kepala Lembaga Permasyarakatan, Kepala Rumah Tahanan Negara atau Kepala Cabang
Rumah Tahanan Negara melalui Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak
Asasi Manusia. Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang remisi diberitahukan kepada
narapidana dan anak pidana pada hari peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI
tanggal 17 Agustus, bagi mereka yang diberikan remisi pada peringatan
Proklamasi Kemerdekaan RI atau hari besar keagamaan yang dianut oleh Narapidana
dan Anak Pidana yang bersangkutan . Jika terdapat keraguan tentang hari besar
keagamaan yang dianut oleh narapidana atau Anak pidana, Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia mengkonsultasikannya dengan
Menteri Agama. Adapun syarat
administratifnya adalah:
a.
Harus ada petikan vonis dari Pengadilan Negeri.
b. Berita Acara Eksekusi dari Kejaksaan Negeri.
c. Surat Penahanan dari Kepolisian.
d. Kartu pembinaan.
e.Daftar perubahan ekspirasi.
Sedangkan teknisnya,
usul dari Unit Pelaksanaan Teknis yang ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan tembusan kepada Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan. Untuk selanjutnya Unit Pelaksanaan Teknis mengambil
surat keputusan yang kemudian diumumkan kepada Narapidana yang bersangkutan dan
mengadakan perubahan buku ekspresi Narapidana.
Bagi narapidana yang
menjalani pidana penjara seumur hidup yang telah diubah pidananya menjadi
pidana sementara pemberian remisi dapat dilaksanakan setelah ada surat
keputusan perubahan, maka yang bersangkutan mendapat remisi sebesar 2 (dua)
bulan untuk tahap pertama.
Di Lembaga
Permasyarakatan selain Narapidana berkebangsaan Indonesia terdapat juga
beberapa Narapidana warga Negara asing. Dalam hal ini tidak ada perbedaan
perlakuan hak sebagai warga Binaan permasyarakatan. Berkaitan dengan pemberian
remisi terhadap narapidana asing yang mengajukan permohonan grasi dan narapidana
warga Negara asing tetap diberikan sepanjang persyaratan telah dipenuhi oleh
narapidana yang bersangkutan. Demikian juga yang mengajukan grasi tetap dapat diusulkan perolehannya, karena grasi
merupakan upaya hukum luar biasa, tetapi apabila sedang mengajukan banding,
kasasi tidak memperoleh pemberian remisi karena belum mempunyai kekuatan hukum
yang tetap.
Dalam
kaitannya dengan penurunan tingkat kejahatan, khususnya kejahatan narkotika,
pelaksanaan pemberian remisi merupakan langkah awal bagi kejahatan secara
menyeluruh. Jadi membicarakan remisi berarti membicarakan mengenai salah satu
kebijakan strategi pembinaan narapidana dalam penanggulangan tindak kejahatan
dalam masyarakat.
BAB
III
KESIMPULAN
DAN SARAN
Berdasarkan
uraian-uraian yang telah dikemukakan diatas dapat di tarik kesimpulan dan saran
sebagai berikut :
III.1 Kesimpulan
Bahwa
Secara hukum Remisi atau pengurangan masa penghukuman merupakan hak Narapidana
dengan disertai batasan-batasan kondisi khusus yang secara juridis membedakan remisi yang diterima Narapidana satu dengan
yang lainnya, keberadaannya tidak lepas dari pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan
yang merupakan suatu tatanan pembinaan terhadap narapidana, maka remisi
merupakan suatu rangsangan agar narapidana bersedia menjalani pembinaan untuk
merubah perilaku sesuai dengan tujuan Sistem Pemasyarakatan .
III.2
Saran
Agar lebih mengefektifkan
peraturan yang sudah ada atau membuat suatu peraturan perundang-undangan dan
peraturan pelaksanaan sebagai payung hukum yang kuat yang merupakan landasan
yuridis dan strukturil sebagai penunjang atau dasar bagi ketentuan-ketentuan
operasionil suatu pengawasan pemberian remisi yang bersifat mengikat pada semua
pihak yang terkait dalam pemberian atau pengawasan pemberian Remisi kepada
Narapidana. Karena adanya pelibatan beberapa instansi dalam pengawasan
pemberian remisi yang diperintahkan oleh Undang-undang.
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
1.
Buku-buku
Bambang
Purnomo, 1982, Hukum Pidana Kumpulan
Karangan Ilmiah, Bina Aksara, Jakarta.
CI.
Harsono, 1995, Sistem Baru Pembinaan
Narapidana, Djambatan, Jakarta.
Sudarto,
1986, Kapita Selekta Hukum Pidana,
Alumni, Bandung.
Departemen
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, 2004, Direktorat
Jendral Pemasyarakatan, Jakarta.
Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, 2004, 40 tahun Pemasyarakatan Mengukir Citra
Profesionalisme, Jakarta.
Petrus
Iwan Panjaitan dan Pandapotan Simorangkir, 1995, Lembaga Pemasyarakatan Dalam Perspektif Peradilan Pidana, Pustaka
Sinar Harapan, Jakarta.
2. Perundang-Undangan.
Keputusan
Menteri Kehakiman Nomor : M.02.PK.04.10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan Narapidana
Keputusan
Presiden No.174 Tahun 1999, Tentang
Remisi.
Peraturan
Pemerintah RI No. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat
dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Undang-Undang
No.12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
3. Internet
http://www.indonesia.go.id/index2.php?option=com content&do
pdf=1&id=2583
No comments :
Post a Comment