"Ubi Societas Ibi Ius."

Saturday, 23 February 2013

PELAKSANAAN PEMBERIAN REMISI DALAM SISTEM PEMASYARAKATAN


BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Sistem Pemasyarakatan adalah sistem yang tidak sekedar rehabilitasi dan resosilisasi, akan tetapi diperlengkapi dengan unsur-unsur edukatif-korelatif-defenitif dan beraspek individu dan sosial secara idiil oleh dasar filsafat Pancasila. Sistem itu sendiri di dalam Pemasyarakatan harus mempunyai ukuran/syarat tertentu, elemen tertentu yang interrelasi dan berproses sesuai dengan konsepsi tertentu.
Hukum mengatur masyarakat secara patut dan bermanfaat dengan menetapkan apa yang harus ataupun yang dibolehkan dan sebaliknya. Hukum dapat mendiskualifikasikannya sebagai melawan hukum. Perbuatan yang sesuai dengan tidak merupakan masalah dan tidak perlu dipersoalkan, yang menjadi masalah ialah perbuatan melawan hukum. Perhatian dan penggarapan perbuatan itulah yang merupakan penegakkan hukum. Terhadap perbuatan yang melawan hukum tersedia sanksi.
Masalah pidana dan pemidanaan dalam sejarahnya selalu mengalami perubahan. Dari abad keabad, keberadaannya banyak diperdebatkan oleh para ahli. Bila disimak dari sudut perkembangan masyarakat, perubahan itu adalah hal yang wajar, karena manusia akan selalu berupaya untuk memperbaharui tentang suatu hal demi meningkatkan kesejahteraannya dengan mendasarkan diri pada pengalaman di masa lampau.
Pemidanaan di Indonesia selain untuk menegakkan hukum, juga ditekankan pada resosiliasi agar narapidana berhasil berintegrasi dengan komunitasnya dengan tujuan :
  1. Warga Binaan Pemasyarakatan menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat;
2. Warga Binaan Pemasyarakatan dapat aktif berperan dalam pembangunan;
3. Warga Binaan Pemasyarakatan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.
Mengukur keberhasilan Sistem Pemasyarakatan, bukanlah pekerjaan yang mudah, apalagi menentukan keseluruhan bidang yang bergerak adalah lingkungan Sistem Pemasyarakatan. Keberhasilan Sistem Pemasyarakatan diawali tinggi/rendahnya angka remisi yang dicapai dalam pembinaan di dalam masyarakat. Setiap narapidana yang mengalami pidana lebih dari 6 (enam) bulan dapat diberikan dorongan berupa upaya remisi untuk memperpendek masa pidana, apabila telah menunjukkan  prestasi dengan berbuat dan berkelakuan baik atau turut mengambil bagian berbakti terhadap Negara. Hak remisi merupakan prestasi narapidana, diatur secara bersama-sama untuk dapat di terima bertepatan dengan Ulang Tahun kemerdekaan Republik Indonesia setiap tanggal 17 Agustus 1945.
Remisi atau pengurangan penghukuman selama narapidana menjalani hukuman pidana juga berubah dari waktu ke waktu. Sistem Kepenjaraan menempatkan remisi sebagai hadiah. Artinya remisi adalah hadiah dari Pemerintah kepada narapidana. Sejak tahun 1950, remisi tidak lagi sebagai anugerah, tetapi menjadi hak setiap narapidana yang memenuhi syarat yang ditetapkan.
Dalam sistem baru pembinaan narapidana, remisi ditempatkan sebagai motivasi (salah satu motivasi) bagi narapidana untuk membina diri sendiri. Sebab, remisi tidak sebagai hukum seperti dalam Sistem Pemasyarakatan, tidak pula sebagai anugerah sebagaimana dalam sistem kepenjaraan, tetapi sebagai hak dan kewajiban narapidana. Artinya jika narapidana benar-benar melaksanakan kewajibannya, ia berhak untuk mendapat remisi, sepanjang persyaratannya telah dipenuhi.
Kriteria pemberian remisi perlu diperjelas sehingga dapat menutup peluang remisi menjadi komoditas. Mesti remisi adalah hak narapidana, tetap perlu ada kondisi khusus yang ikut menentukan diberi atau tidaknya pengurangan hukuman dan lamanya pengurangan hukuman bagi narapidana.
Menurut Indriyanto Seno Adji, pemberian remisi yang dimonopoli Lembaga Pemasyarakatan perlu mendapat kontrol dari luar. Ia menyarankan perlunya fungsi pengawasan dalam pemberian remisi. Trimedya Panjaitan menambahkan, pemberian remisi mestinya memiliki batasan dengan syarat yang lebih spesifik. Meskipun remisi menjadi hak setiap narapidana, tetap harus ada kondisi khusus yang membedakan remisi yang diterima narapidana satu dengan yang lainnya.
Pembebasan Bersyarat Tommy Soeharto dari Lembaga Pemasyarakatan Cipinang 30 Oktober 2006 banyak menjadi sorotan publik, karena banyak kalangan menilai bahwa pembebasannya terlalu banyak memperoleh keistimewaan terutama mengenai remisi yang diterimanya.
Sebagai lembaga pembinaan, posisinya sangat strategis dalam merealisasikan tujuan akhir dari sistem peradilan, yaitu rehabilitasi dan resosialisasi pelanggar hukum, bahkan sampai kepada penangguhan kejahatan (Suppression of Crime).
Keberhasilan dan kegagalan pembinaan yang dilakukan Lembaga Pemasyarakatan akan memberikan kemungkinan penilaian yang dapat bersifat positif maupun negatif.

1.2  Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari uraian tersebut di atas, yang menjadi permasalahan adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimanakah pelaksanaan pemberian Remisi dalam Sistem Pemasyarakatan ?

BAB II
PEMBAHASAN 
PELAKSANAAN PEMBERIAN REMISI DALAM SISTEM PEMASYARAKATAN
II.1 Pengertian Remisi
Remisi  merupakan  salah  satu  sarana hukum yang penting dalam rangka mewujudkan tujuan system pemasyarakatan. Maka pengertian Remisi adalah pengurangan masa pidana yang diberikan kepada narapidana yang memenuhi syarat. Sedangkan menurut ketentuan Pasal 1 Keputusan Presiden RI No. 174 Tahun 1999 tidak memberikan pengertian remisi, hanya dikatakan bahwa:
“setiap narapidana dan anak pidana yang menjalani pidana penjara sementara dan pidana kurungan dapat diberikan remisi apabila yang bersangkutan berkelakuan baik selama menjalani pidana”
Pemberian remisi sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden RI Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi tidak ditafsirkan sebagai “kemudahan” dalam kebijakan menjalani pidana sehingga mengurangi arti pemidanaan namun pemberian remisi tersebut adalah dalam upaya mengurangi dampak negatif dari subkultur tempat pelaksanaan pidana, disparitas pidana dan akibat pidana perampasan kemerdekaan.
Kemudian sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 Keputusan Presiden No. 174 Tahun 1999, pada Pasal 2 disebutkan bahwa remisi ada 4 macam ,yaitu:
  1. Remisi umum; yang diberikan pada hari peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus.
  2. Remisi khusus; yang diberikan pada hari besar keagamaan yang dianut narapidana dan anak pidana yang bersangkutan dengan ketentuan jika sesuatu agama mempunyai lebih dari satu kali hari besar keagamaan dalam setahun, maka yang diberikan adalah hari besar keagamaan yang paling di muliakan.
  3. Remisi tambahan; berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI Nomor M.04-HN.02.01 Tahun 2000 tentang remisi tambahan bagi Narapidana dan Anak pidana yang berbuat jasa kepada Negara.
  4. Remisi dasawarsa; berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor M.01-HN.02.01 Tahun 2005 tentang penetapan penguragan masa hukuman secara khusus 60 (enam puluh) tahun Kemerdekaan RI.

II.2 Dasar Hukum Pemberian Remisi dan Syarat - syarat Mendapatkan Remisi
Dalam rangka mewujudkan Sistem Pemasyarakatan salah satu sarana hukum yang sangat penting adalah dengan pemberian remisi kepada narapidana dan anak pidana.
  1. Dasar hukum pemberian remisi terhadap narapidana dan anak pidana antara lain sebagai berikut:
a). Undang – undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
b). Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
c). Peraturn Pemerintahan RI No. 32 Tahun 2006 tentang Perubahan atas PP No. 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
d). Keputusan Presiden RI No. 174 Tahun 1999 tentang Remisi.
e).  Keputusan Menteri Hukum dan Perundang–undangan RI No.M.09.HN 02.10 tahun 1999 tentang pelaksanaan Keputusan Presiden RI No. 174 Tahun 1999 tentang Remisi.
Didalam Undang – Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dalam Pasal 14 bahwa narapidana berhak mendapatkan:
a) melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya,
b) mendapa perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani,
c) mendapatkan pendidikan dan pengajaran,
d) mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak,
e) menyampaikan keluhan,
f) mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang,
g) mendapatkan upah atau pemi atas pekerjaan yang dilakukan,
h)         menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya,
i) mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi),
j) mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga,
k) mendapatkan pembebasan bersyarat,
l) mendapatkan cuti menjelang bebas, dan
m)mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku
Kemudian di dalam Keputusan Presiden RI No. 174 tahun 1994 tentang Remisi pada Pasal 1 ayat (1) menyebutkan bahwa,
“setiap narapidana dan anak pidana yang menjalani pidana penjara sementara dan pidana kurungan dapat diberikan remisi apabila yang bersangkutan baik selama menjalani pidana”.
Di dalam Peraturan Pemerintah RI No. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) pada Pasal 34 ayat (1) menyebutkan:
“setiap narapidana dan anak pidana yang selama menjalani masa pidana berkelakuan baik berhak mendapatkan remisi”
Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang mendapatkan remisi adalah :
a. Narapidana; adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaannya di Lembaga Pemasyarakatan.
b. Anak pidana. yaitu anak yang berdasarkan Keputusan Pengadilan menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan anak paling lama sampai berumur 18 tahun.
2. Syarat – Syarat Mendapatkan Remisi
a. Remisi umum, diberikan pada hari ulang tahun kemerdekaan RI tanggal 17 agustus. Syarat mendapatkan remisi umum adalah:
a)      Warga binaan pemasyarakatan tidak sedang menjalani cuti menjelang bebas (CMB).
b)      Warga binaan pemasyarakatan tidak sedang menjalani pidana pengganti denda.
c)      Warga binaan pemasyarakatan tidak sedang menjalani hukuman mati atau seumur hidup.
d). Sudah menjalani pidana lebih dari 6 (enam) bulan.
e). Tidak dikenakan hukuman disiplin.
b. Remisi khusus, diberikan pada hari besar keagamaan. Syarat mendapat remisi khusus adalah sebagai berikut:
a).  Warga binaan pemasyarakatan tidak sedang menjalani cuti menjelang bebas (CMB).
b). Warga binaan pemasyarakatan tidak sedang menjalani pidana pengganti denda.
c). Warga binaan pemasyarakatan tidak sedang menjalani hukuman mati atau seumur hidup.
d). Sudah menjalani pidana lebih dari 6 (enam) bulan.
e). Tidak dikenakan hukuman disiplin.
c. Remisi tambahan, diberikan karena berjasa kepada Negara, perbuatan yang bermanfaat bagi kemanusiaan. Syarat mendapatkan remisi tambahan adalah sebagai berikut:
a). Warga binaan pemasyarakatan tidak sedang menjalani cuti menjelang bebas (CMB).
b). Warga binaan pemasyarakatan tidak sedang menjalani pidana pengganti denda.
c). Warga binaan pemasyarakatan tidak sedang menjalani hukuman mati atau seumur hidup.
d). Sudah menjalani pidana lebih dari 6 (enam) bulan.
e). Tidak dikenakan hukuman disiplin.
d. Remisi dasawarsa, diberikan satu kali setiap 10 tahun pada HUT RI. Syarat mendapatkan remisi dasawarsa adalah sebagai berikut:
a). Dipidana lebih dari 6 (enam) bulan.
b). Warga Binaan Pemasyarakatan tidak dijatuhi hukuman mati atau seumur hidup.
c). Warga Binaan Pemasyarakatan tidak dalam pelarian.

II.3  Pelaksanaan Pemberian Remisi Di Lembaga Pemasyarakatan 
Sistem Pemasyarakatan tidak saja sekedar merumuskan tujuan pidana penjara, tetapi juga merupakan sistem pembinaan bagi Narapidana dan Anak Didik yang mencakup bidang – bidang yang luas di bawah spektrum pencegahan kejahatan sekaligus merupakan metodologi di bidang Treatment of offenders yang multilateral orienteds individu Narapidana dan Anak Didik maupun potensi yang ada di dalam masyarakat sebagai keseluruhan terutama lembaga – lembaga pemasyarakatan dan instansi pemerintah Dalam Pasal (1) ayat (2) UU Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan :
“sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan wargabinaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara Pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi lagi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab”.
Sedangkan di dalam Pasal 2 Undang - Undang nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan :
“Sistem Pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab”.
Untuk melaksanakan system pemasyarakatan tersebut, diperlukan juga keikutsertaan masyarakat, baik dengan mengadakan kerjasama dalam pembinaan maupun dengan sikap bersedia menerima kembali warga binaan pemasyarakatan yang telah selesai menjalani pidana.
Untuk melaksanakan sistem pemasyarakatan yang memiliki tugas pokok membina dan membimbing warga binaan pemasyarakatan, maka dilakukan suatu usaha oleh petugas pemasyarakatan dengan didasari jiwa pengabdian yang tinggi, tekun serta mempunyai kemampuan yang memadai, baik itu dari segi perilaku atau moral sebagai petugas. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, yang terpenting adalah memberi bekal kepada petugas dalam hal menambah wawasan pengetahuan, pendidikan, dan kesungguhan dalam melaksanakan tugas, guna mencapai pembinaan terhadap narapidana, jelas mempunyai arti yang sangat penting dan strategis sehingga dengan pelaksanaannya dibutuhkan keberadaan para pegawai yang memiliki kualitas kualifikasi tertentu untuk melaksanakan pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan.
Dalam sistem Pemasyarakatan Remisi merupakan hak Narapidana yang diatur berdasarkan Pasal 14 Undang Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Berdasarkan filosofis pemasyarakatan merupakan inti dari pelaksanaan pembinaan pelanggaran hukum bertumpu pada Community Base Oriented (pelaksana pembinaan di tengah – tengah masyarakat). Oleh karena itu Remisi merupakan manifestasi dari tujuan Pemasyarakatan dimaksud. Dalam konteks ini pemberian remisi bagi narapidana yang memenuhi syarat merupakan salah satu alternatif dalam rangka mempercepat proses reintegrasi.
Remisi merupakan salah satu bagian dari fasilitas pembinaan yang tidak bisa dipisahkan dari fasilitas pembinaan yang lainnya, dimana hakekat pembinaan adalah selain memberikan sanksi yang bersifat punitive, juga memberikan reward sebagai salah satu dari upaya pembinaan, agar program pembinaan dapat berjalan dan direspon oleh Warga Binaan Pemasyarakatan, sedangkan tujuan dari Sistem Pemasyarakatan adalah mengupayakan warga binaan untuk tidak mengulangi lagi perbuatannya melanggar hukum yang pernah dilakukan dengan harapan kelak akan kembali dan diterima oleh masyarakat sekitarnya sebagai warga masyarakat serta dapat berperan aktif sebagaimana anggota masyarakat lainnya.
Jadi dengan adanya pemberian remisi diharapkan dapat menjadi pemicu sekaligus sebagai motivator bagi para warga Binaan Pemasyarakatan yang masih menjalani pembinaan di dalam Lembaga Pemasyarakatan dan merupakan salah satu fasilitas pembinaan yang diberi kepada warga binaan pemasyarakatan dalam rangka mencapai tujuan pemasyarakatan.
Dalam Keputusan Menteri Kehakiman Nomor : M.02.PK.04.10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan Narapidana dan Anak Didik, secara umum pembinaan narapidana bertujuan agar mereka menjadi manusia seutuhnya sebagaimana yang telah menjadi arah pembangunan nasional melalui jalur pendekatan :
a. Menetapkan iman (ketahanan moral) mereka.
b. Membina mereka agar mampu berintegrasi secara wajar di dalam kehidupan kelompok selama dalam Lembaga Pemasyarakatan dan kehidupan yang lebih luas setelah menjalani masa pidananya.
Secara khusus pembinaan narapidana ditujukan agar selama masa pembinaan dan sesudah selesai menjalani masa pidananya.
  1. Berhasil menetapkan kembali harga diri dan kepercayaan dirinya serta bersikap optimis akan masa depannya.
  2. Berhasil memperoleh  pengetahuan, minimal keterampilan untuk bekal mampu hidup mandiri dan berprestasi dalam kegiatan pembangunan nasional.
  3. Berhasil menjadi manusia yang patuh hukum yang tercermin pada sikap dan perilakunya yang tertib dan disiplin serta menggalang rasa kesetiakawanan sosial.
  4. Berhasil memiliki jiwa dan semangat pengabdian terhadap bangsa dan Negara.
Dasar pemikiran pembinaan ini berpatokan pada “Sepuluh Prinsip Pokok Pemasyarakatan”, yaitu :
  1. Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan perannya sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna.
b. Penjatuhan pidana bukan tindak balas dendam Negara.
c. Berikan bimbingan bukan penyiksaan supaya mereka bertobat.
d.   Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau jahat daripada sebelum dijatuhi pidana.
e. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, para narapidana dan anak didik harus dikenalkan dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat.
f. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak boleh bersifat sekedar mengisi waktu, juga tidak boleh diberikan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan dinas atau kepentingan Negara sewaktu – waktu saja. Pekerjaan yang diberikan harus satu dengan pekerjaan di masyarakat dan yang menunjang usaha peningkatan produksi.
g. Bimbingan dan didikan yang diberikan kepada Narapidana dan Anak Didik harus berdasarkan Pancasila.
h. Narapidana dan Anak Didik sebagai orang – orang yang tersesat adalah manusia, dan mereka harus diperlakukan sebagai manusia.
i. Narapidana dan Anak Didik hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan sebagian salah satu derita yang dialaminya.
j.   Disediakan dan dipupuk sarana – sarana yang dapat mendukung fungsi rehabilitatif, korektif dan edukatif dalam sistem pemasyarakatan.
Jenis-jenis remisi yang dilaksanakan di lembaga pemasyarakatan, adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999 tentang remisi :
1.      Remisi umum, yaitu remisi yang diberikan pada Hari Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus.
Pemberian Remisi Umum diberikan sebagai berikut :
  1. Pada tahun pertama diberikan remisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yakni 1(satu) sampai dengan 2 (dua) bulan.
  2. b. Pada tahun kedua diberikan remisi 3(tiga) bulan.
c. Pada tahun ketiga diberikan remisi 4(empat) bulan.
d.   Pada tahun keempat dan kelima diberikan masing-masing diberikan remisi 5(lima) bulan.
e. Pada tahun keenam dan seterusnya diberikan remisi 6 (enam) bulan setiap tahun.
2.      Remisi khusus, yaitu remisi yang diberikan pada hari keagamaan yang dianut  oleh Narapidana dan anak Pidana yang bersangkutan, dan ketentuan jika sesuatu agama mempunyai lebih dari satu hari besar keagamaan dalam setahun, maka yang dipilih adalah hari besar yang paling dimuliakan oleh penganut agam yang bersangkutan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Perundang – Undangan RI Nomor : M.09.HN.02.01 Tahun 1999 tentang pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999, Pasal 3 ayat (2), bahwa pemberian Remisi Khusus dilaksanakan pada :
a)      Setiap Hari Raya Idul Fitri bagi Narapidana dan Anak Pidana yang beragama Islam;
b) Setiap Hari Raya Natal bagi Narapidana dan Anak Pidana yang beragama Kristen;
c) Setiap Hari Raya Nyepi bagi Narapidana dan Anak Pidana yang beragama Hindu;
d) Setiap Hari Raya Waisak bagi Narapidana dan Anak Pidana yang beragama Budha;
Besarnya Remisi Khusus adalah :
  1. 15 (lima belas) hari bagi narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani pidana selama 6 (enam) sampai 12 (dua belas) bulan.
  2. 1 (satu) bulan bagi narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani pidana selama 12 (dua belas) bulan atau lebih.
Pemberian Remisi Khusus dilaksanakan sebagai berikut :
a.    Pada tahun pertama diberikan remisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yakni 15 (lima belas) hari sampai dengan 1 (satu) bulan.
b. Pada tahun kedua dan ketiga masing-masing diberikan remisi 1(satu) bulan.
c. Pada tahun keempat dan kelima masing-masing diberikan remisi 1 (satu) bulan 15 (lima belas ) hari.
d. Pada tahun keenam dan seterusnya diberikan remisi 2 (dua) bulan setiap tahun.
Selain dengan adanya kedua remisi tersebut,terdapat juga Remisi Tambahan sebaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1) dimana narapidana memperoleh Remisi Tambahan apabila Narapidana yang bersangkutan selama menjalani masa pidana :
a. Berbuat jasa kepada Negara ;
b. Melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi Negara atau kemanusiaan ;
c. Melakukan perbuatan yang membantu kegiatan pembinaan di Lembaga Permasyarakatan.
Besarnya remisi tambahan adalah :
  1. ½ (satu perdua) dari remisi umum yang diperoleh pada tahun yang bersangkutan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah dilakukan perbuatan yang membantu kegiatan pembinaan di Lembaga Permasyarakatan sebagai pemuka.
  2. ⅓ (satu pertiga) dari remisi umum yang diperoleh pada tahun yang bersangkutan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah dilakukan perbuatan yang membantu kegiatan pembinaan di Lembaga Permasyarakatan sebagai pemuka.
Remisi tambahan bagi narapidana yang menjadi donor organ tubuh dan donor darah, berdasarkan Pasal 2 keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor : 04.HN.02.01 Tahun 1988 tanggal 14 Mei 1988 tentang Pemberian Remisi Bagi Narapidana Yang Menjadi Donor Organ Tubuh dan Donor darah, “bahwa setiap Narapidana yang menjalani pidana sementara baik pidana penjara, pidana kurungan maupun pidana pengganti denda dapat diusulkan untuk mendapatkan tambahan remisi apabila menjadi donor organ tubuh dan darah”.
Pengusulan tambahan remisi tersebut harus disertai tanda bukti/surat keterangan yang sah yang dikeluarkan oleh rumah sakit yang melaksanakan donor organ tubuh, atau Palang Merah Indonesia yang melaksanakan pengambilan darah. Apabila pengusulan tambahan resmi tidak disertai tanda bukti/surat keterangan, maka pengusulan tersebut akan ditolak.
Dalam Pasal 5 Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor : 04.HN.02.01 tahun 1988 tanggal 14 mei 1988 tentang Pemberian Remisi bagi narapidana Yang menjadi donor Organ Tubuh dan Donor darah, besarnya tambahan remisi yang diberikan kepada donor darah, adalah sebagai berikut:
a. Sebesar 1 (satu) bulan, apabila telah menyumbangkan darahnya : 5, 10 dan 15 kali.
b. Sebesar 2 (dua) bulan, apabila telah menyumbangkan darahnya: 20, 25 dan 30 kali.
c. Sebesar 3 (tiga) bulan, apabila telah menyumbangkan darahnya: 36, 43 dan 50 kali.
d.         Sebesar 4 (empat) bulan, apabila telah menyumbangkan darahnya: 59, 67 dan 75 kali.
e. Sebesar 4 (empat) bulan, apabila telah menyumbangkan darahnya: 84, 92 dan 100 kali.
f. Sebesar 6 (enam) bulan, apabila telah menyumbangkan darahnya 101 (seratus satu) keatas.
Pengusulan tambahan resmi bagi donor organ tubuh dan donor darah dilaksanakan dengan menggunakan Formulir RT.I dan RT.II. Besarnya Remisi umum yang diberikan adalah:
  1. 1 (satu) bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani pidana selama 6 (enam) bulan sampai 12 (dua belas) bulan .
  2. 2 (dua) bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani pidana selama 12 (dua belas) bulan atau lebih.
Remisi merupakan hak narapidana, namun demikian pemberian remisi tidak diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana yang :
a. Dipidana kurang dari 6 (enam) bulan.
b. Dikenakan hukuman disiplin dan daftar pada buku pelanggaran tat tertib Lembaga Permasyarakatan dalam kurun waktu yang diperhitungkan pada pemberian remisi.
c. Sedang menjalani cuti menjelang bebas.
d. Dijatuhi pidana kurungan sebagai pengganti denda.
Remisi yang diberikan sebagai hak narapidana, yang salah satu fungsinya mempercepat narapidana agar segera bebas dan kembali kelingkungan msayarakat, akan tetapi ada narapidana yang tidak berhak mendapatkan remisi berdasarkan kriteria:
a. Terdapat Register F yang isinya mencabut hak remisi.
b. Masalah dalam tahap upaya hukum.
c. Belum mendapat vonis yang mempunyai kekuatan hukum tetap, akan tetapi dapat diusulkan melalui remisi susulan, yaitu remisi yang karena terlambat pengusulannya bisa diusulkan kemudian setelah berkas-berkasnya turun.
Prosedur mengajukan remisi selanjutnya diajukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia oleh Kepala Lembaga Permasyarakatan, Kepala Rumah Tahanan Negara atau Kepala Cabang Rumah Tahanan Negara melalui Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia  tentang remisi diberitahukan kepada narapidana dan anak pidana pada hari peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus, bagi mereka yang diberikan remisi pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI atau hari besar keagamaan yang dianut oleh Narapidana dan Anak Pidana yang bersangkutan . Jika terdapat keraguan tentang hari besar keagamaan yang dianut oleh narapidana atau Anak pidana, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengkonsultasikannya dengan
Menteri Agama. Adapun syarat administratifnya adalah:
a. Harus ada petikan vonis dari Pengadilan Negeri.
b. Berita Acara Eksekusi dari Kejaksaan Negeri.
c. Surat Penahanan dari Kepolisian.
d. Kartu pembinaan.
e.Daftar perubahan ekspirasi.
Sedangkan teknisnya, usul dari Unit Pelaksanaan Teknis yang ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan tembusan kepada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Untuk selanjutnya Unit Pelaksanaan Teknis mengambil surat keputusan yang kemudian diumumkan kepada Narapidana yang bersangkutan dan mengadakan perubahan buku ekspresi Narapidana.
Bagi narapidana yang menjalani pidana penjara seumur hidup yang telah diubah pidananya menjadi pidana sementara pemberian remisi dapat dilaksanakan setelah ada surat keputusan perubahan, maka yang bersangkutan mendapat remisi sebesar 2 (dua) bulan untuk tahap pertama.
Di Lembaga Permasyarakatan selain Narapidana berkebangsaan Indonesia terdapat juga beberapa Narapidana warga Negara asing. Dalam hal ini tidak ada perbedaan perlakuan hak sebagai warga Binaan permasyarakatan. Berkaitan dengan pemberian remisi terhadap narapidana asing yang mengajukan permohonan grasi dan narapidana warga Negara asing tetap diberikan sepanjang persyaratan telah dipenuhi oleh narapidana yang bersangkutan. Demikian juga yang mengajukan grasi tetap  dapat diusulkan perolehannya, karena grasi merupakan upaya hukum luar biasa, tetapi apabila sedang mengajukan banding, kasasi tidak memperoleh pemberian remisi karena belum mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Dalam kaitannya dengan penurunan tingkat kejahatan, khususnya kejahatan narkotika, pelaksanaan pemberian remisi merupakan langkah awal bagi kejahatan secara menyeluruh. Jadi membicarakan remisi berarti membicarakan mengenai salah satu kebijakan strategi pembinaan narapidana dalam penanggulangan tindak kejahatan dalam masyarakat.
  
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan diatas dapat di tarik kesimpulan dan saran sebagai berikut :
III.1 Kesimpulan
Bahwa Secara hukum Remisi atau pengurangan masa penghukuman merupakan hak Narapidana dengan disertai batasan-batasan kondisi khusus yang secara juridis membedakan  remisi yang diterima Narapidana satu dengan yang lainnya, keberadaannya tidak lepas dari pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan yang merupakan suatu tatanan pembinaan terhadap narapidana, maka remisi merupakan suatu rangsangan agar narapidana bersedia menjalani pembinaan untuk merubah perilaku sesuai dengan tujuan Sistem Pemasyarakatan .
III.2 Saran
Agar lebih mengefektifkan peraturan yang sudah ada atau membuat suatu peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan sebagai payung hukum yang kuat yang merupakan landasan yuridis dan strukturil sebagai penunjang atau dasar bagi ketentuan-ketentuan operasionil suatu pengawasan pemberian remisi yang bersifat mengikat pada semua pihak yang terkait dalam pemberian atau pengawasan pemberian Remisi kepada Narapidana. Karena adanya pelibatan beberapa instansi dalam pengawasan pemberian remisi yang diperintahkan oleh Undang-undang.

DAFTAR KEPUSTAKAAN


1.      Buku-buku                                    

Bambang Purnomo, 1982, Hukum Pidana Kumpulan Karangan Ilmiah, Bina Aksara, Jakarta.

CI. Harsono, 1995, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, Djambatan, Jakarta.

Sudarto, 1986, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung.

Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, 2004, Direktorat Jendral Pemasyarakatan, Jakarta.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, 2004, 40 tahun Pemasyarakatan Mengukir Citra Profesionalisme, Jakarta.

Petrus Iwan Panjaitan dan Pandapotan Simorangkir, 1995, Lembaga Pemasyarakatan Dalam Perspektif Peradilan Pidana, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

2.      Perundang-Undangan.        

Keputusan Menteri Kehakiman Nomor : M.02.PK.04.10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan Narapidana

Keputusan Presiden No.174 Tahun 1999, Tentang Remisi.

Peraturan Pemerintah RI No. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Undang-Undang No.12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.

3.      Internet





No comments :

Post a Comment